Sinonim Dalam Al-Qur'an

blogger templates
BAB II
PEMBAHASAN
LAFAZ YANG DIDUGA SINONIM, PERTANYAAN DAN JAWABAN DI DALAM AL-QUR’AN

A.    Mengetahui Kosa Kata yang Terkesan Bersinonim
Al-Qur’an banyak memakai kosa kata yang pada lahirnya tampak bersinonim, namun bila diteliti secara cermat ternyata masing-masing kosa kata itu mempunyai konotasi sendiri-sendiri yang tidak ada pada lafal lain yang dianggap bersinonim dengannya. Di antara ayat-ayat yang terkesan bersinonim itu ialah Q.s Ar-ra’d: 21
tûïÏ%©!$#ur tbqè=ÅÁtƒ !$tB ttBr& ª!$# ÿ¾ÏmÎ/ br& Ÿ@|¹qムšcöqt±øƒsur öNåk®5u tbqèù$sƒsur uäþqß É>$|¡Ïtø:$# ÇËÊÈ  
Kata khasyyah dan khawf  hampit tidak berbeda pemahamannya secara lughawi. Tetapi al-Qur’an memakai kata tersebut dalam konotasi yang berbeda. Penggunaan kata khasyyah dalam al-Qur’an lebih mengacu pada perasaan takut yang disertai hormat dan mengagungkan karena pada umumnya kata ini selalu dikaitkan dengan perasaan takut kepada Allah. Walaupun seseorang itu mempunyai mental yang kuat, sudah pasti dia tidak akan berdaya jika dikaitkan urusannya dengan Allah. Sedangkan kata khawf berarti rasa takut yang wajar. Karena, rasa takut tersebut bisa muncul akibat dari sebab yang jika dilakukan oleh seseorang. Seperti halnya rasa takut pada siksa di akhirat kelak karena seorang tersebut sering melakukan dosa.[1]
Q.s al-Maidah: 3
…. tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 ……
            Lafal kamal dan tamam pada ayat di atas sepintas lalu terkesan konotasi keduanya sama, jika pada kata tamam pada awalnya tidak memakai “و” (harf ‘athf) yang menghubungkan kalimat akmaltu dengan atmamtu, karena pemakaian harf ‘athf  menunjukkan bahwa kedua kalimat tersebut mempunyai makna yang berbeda. Dengan demikian timbul kesan bahwa antara ikmal dan itmam tidak bersinonim, melainkan mempunyai konotasi yang berlainan.[2] Dalam kaitan inilah Al-‘Asykari sebagaimana dikutip oleh al-Zarkasyi berkata: “al-kamal adalah sebutan bagi suatu objek yang seluruh bagiannya telah berhimpun secara utuh, dan al-tamam ialah nama bagi sub-sub bagian yang membentuk objek tersebut”. Dari itu maka pemahaman ayat 3 surat al-Maidah tersebut ialah: Allah telah memberikan agama yang sempurna lagi utuh dan nikmat yang sudah lengkap kepadamu.[3]
  1. Pertanyaan dan Jawaban di Dalam Al-qur’an
Cara berkomunikasi dalam bentuk soal jawab dalam al-Qur’an diungkapkan melalui gaya bahasa yang berbeda dari gaya bahasa manusia. Pada dasarnya antara jawaban dan pertanyaan harus sejalan. Artinya penjelasan yang diberikan tidak boleh keluar dari apa yang ditanyakan. Namun al-Qur’an dalam menjawab suatu pertanyaan mempunyai pola tersendiri dan tidak mengikuti pola tersebut seperti pertanyaan tentang bulan sabit dalam Q.s al-Baqarah: 189
* štRqè=t«ó¡o Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }Ïd àMÏ%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur 3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3 (#qè?ù&ur šVqãç7ø9$# ô`ÏB $ygÎ/ºuqö/r& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÊÑÒÈ  
            Pertanyaan dalam ayat ini jelas sekali berkenaan dengan kondisi bulan: mula-mula terlihat kecil dan tipis sekali, dari malam ke malam ia bertambah besar dan sampai sempurna purnama; setelah itu ia kembali mengecil dan akhirnya hilang. Kemudian muncul lagi tipis, kecil, terus berangsur-angsur membesar, lalu sempurna purnama, setelah itu berangsur kecil lagi, akhirnya hilang dari penglihatan begitulah sepanjang tahun perjalanan bulan.
Kondisi yang demikian terasa aneh bagi sahabat, lantas mereka menanyakannya kepada Rasul Saw. tetapi di luar dugaan mereka, jawaban yang diberikan bukan berkenaan dengan kondisi bulan sebagaimana digambarkan itu melainkan penjelasan tentang fungsi bulan tersebut yakni sebagai sarana untuk mengetahui waktu dan musim haji.
Apabila diamati secara seksama dari pertanyaan tersebut niscaya akan terasa bagi si penanya bahwa memang seharusnya mereka menanyakan berkenaan dengan penjelasan yang diberikan dalam jawaban itu, memang kegunaan bulan itu yang harus mereka tanyakan dan itulah yang mereka butuhkan, bukan mempermasalahkan kondisi bulan. Kajian tentang kondisi yang demikian belum mereka butuhkan, karenanya jawaban yang diberikan dialihkannya kepada menjelaskan fungsi bulan bukan kondisinya.[4]
Contoh lain yang serupa dengan itu, misalnya pertanyaan tentang apa yang akan diinfakkan seperti dalam Q.s al-Baqarah: 215
štRqè=t«ó¡o #sŒ$tB tbqà)ÏÿZム( ö@è% !$tB OçFø)xÿRr& ô`ÏiB 9Žöyz ÈûøïyÏ9ºuqù=Î=sù tûüÎ/tø%F{$#ur 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡pRùQ$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇËÊÎÈ  
Tampak dengan jelas jawaban tersebut tidak sejalan dengan pertanyaan karena yang ditanyakan ialah tentang “apa yang akan diinfakkan”. Tetapi jawabannya menjelaskan tentang “siapa yang layak menerima infak tersebut”.
Jawaban contoh di atas juga tidak sejalan dengan pertanyaan, bahkan jawabannya melebihi isi pertanyaan karena yang ditanyakan hanya tentang apa tetapi jawabannya ditambah lebih lengkap di samping menjelaskan benda yang diinfakkan, dan sekaligus juga dijelaskan siapa yang layak menerima infak tersebut.[5]
Ada pula jawaban yang diberikan al-Qur’an kurang dari isi pertanyaan seperti dalam Q.s Yunus: 15
#sŒÎ)ur 4n?÷Gè? óOÎgøŠn=tæ $uZè?$tƒ#uä ;M»oYÉit/   tA$s% šúïÏ%©!$# Ÿw tbqã_ötƒ $tRuä!$s)Ï9 ÏMø$# Ab#uäöà)Î/ ÎŽöxî !#x»yd ÷rr& ã&ø!Ïdt/ 4 ö@è% $tB Ücqä3tƒ þÍ< ÷br& ¼ã&s!Ïdt/é& `ÏB Ç!$s)ù=Ï? ûÓŤøÿtR ( ÷bÎ) ßìÎ7¨?r& žwÎ) $tB #Óyrqム n<Î) ( þÎoTÎ) ß$%s{r& ÷bÎ) àMøŠ|Átã În1u z>#xtã BQöqtƒ 5OÏàtã ÇÊÎÈ  
Dalam ayat ini orang-orang kafir meminta agar Nabi Muhammad Saw mendatangkan al-Qur’an lain yang tidak mencaci Tuhan mereka, atau kalau tidak dapat demikian, paling tidak menukar ayat azab dengan rahmat dan sebagainya. Kedua permintaan itu langsung dijawab oleh Rasul dengan mengatakan,”Saya tidak berwenang sedikit pun untuk mengubah (menukar) ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan kemauan sendiri”.[6]
Tampak dengan jelas jawaban yang diberikan tidak seimbang dengan permintaan. Hal ini menurut al-Zamakhsyari adalah karena “mengganti ayat azab dengan nikmat dan menghilangkan cacian terhadap berhala-berhala yang mereka anggap Tuhan dan sebagainya, masih dalam kemampuan manusia, tetapi mendatangkan al-Qur’an selain yang diturunkan Allah adalah sesuatu yang mustahil”.[7]
Apa yang ditegaskan al-Zamakhsyari itu ada benarnya, karena memang tidak mungkin Nabi Muhammad Saw membuat al-Qur’an sendiri. Jadi dalam jawaban tersebut sekilas bahwa al-Qur’an tidak mungkin dimanipulasi oleh siapa pun, termasuk Nabi Saw sendiri. dengan demikian nyatalah bahwa al-Qur’an asli dari Tuhan, tidak dicampuri oleh kaum yang lain.[8]




[1]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, cet 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 317-318.
[2]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir…hal. 320.
[3]Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Tahqiq, Muhammad Abu Al-Fadhl Ibrahim, (Mesir: ‘Isa al-Bab al-Halabi, t.t), hal. 85.
[4]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir…hal. 326-327.
[5]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir…hal. 327.
[6]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir…hal. 328.
[7]Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Khasysyaf, Jilid II, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t), hal. 228-229.

[8]Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir…hal. 329.

0 Response to "Sinonim Dalam Al-Qur'an"