Ditutupnya masa
pendaftaran bakal calon presiden pada ajang pemilihan kali ini oleh KPU
menandakan dimulainya ajang kampanye meskipun belum dikeluarkan jadwal resmi oleh
pihak penyelenggara. Bursa bakal calon presiden yang terseida hanya 2 (dua)
orang menjadikan pilpres kali ini semakin menarik dan panas tentunya. Karena
masing-masing pihak harus mampu merebut hati rakyat agar memilih mereka
tentunya dengan cara yang baik bukan dengan intimidatif hingga penipuan berujug
penggelembungan suara.
Mari sejenak kita mengenal sosok para capres
secara singkat. Letjen TNI (Purn)
Prabowo Subianto Djojohadikusumo (62 tahun) adalah seorang tokoh militer,
Pengusaha dan politik Indonesia. Pernah menjabat sebagai Danjenl Kopasus dengan pangkat Mayor
Jenderal, dari bulan Desember 1995 hingga Maret 1998, dan kemudian
dipromosikan menjadi Panglima
Kostrad dengan pangkat Letnan
Jenderal. Setelah tak aktif lagi dalam dinas militer, ia menjadi
pengusaha yang memiliki perusahaan baik di dalam maupun diluar negeri. Dan
kemudian mulai aktif dalam politik dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Lahir dari keluarga ilmuwan menjadikan kelebihan tersendiri bagi sang capres.
Joko Widodo
yang lebih dikenal dengan Jokowi (53 tahun) pria asal surakarta
ini mulai melejit namanya ketika sukses menjadi walikota Solo, dan berkat
kesuksesan tersebut akhirnya maju menjadi kandidat dan terpilih sebagai
Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012. Alumnus Jurusan Kehutanan, Universitas
Gajah Mada ini yang juga merupakan seorang pengusaha furnitur suskes memiliki
kemampuan politik yang patut diperhitungkan dalam kancah perpolitikan nasional.
Dibalik figuritas sang capres itu sendiri
maka tidak boleh dilupakan peran sosok dari sang cawapres. Jokowi yang
berpasangan dengan Jusuf Kalla menjadi nilai tawar tersendiri bagi rakyat.
Sosok JK yang sudah dikenal sebagai seorang cendekiawan dan mampu secara
kapasitas diharapkan menjadi pendongkrak semangat dan kinerja dalam kepemerintahan
nantinya jika terpilih. Begitupula halnya cawapres Hatta Rajasa, yang tidak
gagap lagi dalam dunia perpolitikan Indonesia tentunya semakin mampu
menggenapkan sajian kepada rakyat secara umum.
Dalam
berkampanye maka setiap timses akan melakukan beragam cara agar sang
kandidatnya bisa meraup suara dan menjadi sang pemenang dan ini merupakan
esensi dari sebuah kampanye. Rogers dan Storey (1987) memberikan definisi
kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Dan hal ini sudah terliat
dengan jelas sekali, Prabowo sudah mendeklarasikan dirinya sebagai capres sejak
2011, dan begitupula halnya dengan Jokowi yang sudang digadang sebagai capres
sejak 2013.
Dalam melakukan
kampanye masih banyak para pendukung yang jauh dari etika politik. Mereka lebih
senang mengedepankan gaya kampanye hitam kepada lawan tanding ketimbang
menonjolkan kelebihan capres dukungannya. Bahkan terkadang isu yang dimainkan
bukan hanya sekedar isu tanpa sumber yang jelas namun sudah menjurus ke fitnah
yang sangat tak beretika.
Hal ini
sebenarnya menjadi boomerang bagi sang capres itu sendiri. Ancang-ancang ingin
dikenal dan menang, karena sikap pendukung yang tak beretika dalam berkampanye
akhirnya menarik simpati masyarakat kepada pihak yang diserang. Maka, perilaku
ini harus segera dijauhi dan dihilangkan serta menggantinya dengan kampanye
sehat yaitu menjelaskan dengan baik dan fair sosok capres yang didukung bahkan
jika perlu sampaikan secara singkat siapa yang menjadi kandidat rival
capresnya. Masyarakat masih butuh pencerdasan politik dan peran ini dapat
diambil oleh para timses kandidat masing-masing, munculkan saja kelebihan-kelebihan
yang dimiliki kandidat dukungannya dan jelaskan Visi-misi yang diusung oleh
capres secara gamblang. Daripada harus sibuk memikirkan kebusukan pihak lain
yang terkadang belum tentu benar, lebih bagus menyibukan diri untuk mengenalkan
capresnya dengan cara sehat dan menarik empati masyarakat.
Mari belajar
dari sejarah bangsa Arab, dulu saat mereka berperang dengan kabilah lainnya
mereka tidak menyerang lawan dengan black campaign melainkan mereka
menghadirkan semangat kepada kawanya dan memberikan psywar kepada lawan
melalui syair-syair sehingga hal ini mengganggu pertahanan lawan secara
psikologis. Maka, seringkali mereka menciptakan syair-syair yang lebih hebat
selain ini menenangkan untuk didengar namun sarat dengan kekuatan mematahkan
semangat lawan. Melalui gubahan sebuah syair, sang penyair dengan lihai masuk
dalam bermacam pergolakan konflik sehingga dapat melumpuhkan lawan dengan
cara memberikan gambaran -gambaran kenyamanan jiwa yang damai,
nasihat-nasihat, memberikan penjelasan-penjelasan dari suatu kerugian yang
diakibatkan peperangan dan lain sebagainya.
Pendukung yang melakukan
black campaign dapat juga disebut sebagai pendukung tidak tahu diri.
Bahkan capresnya saja tak pernah provokatif dalam bersuara, nah ini mereka
sangat mencintai black campaign dan berharap menang. Ini sungguh sangat
memalukan, menang dengan kotor bukanlah sebuah kemenangan. Hal yang menarik
yang patut kita apresiasi adalah ketika seorang fadli zon saat bertamu ke rumah
rachamawaty soekarno putri menyentil rival politiknya namun Probowo bukan
mendukung malahan menegur fadli zon agar tak menjadi seorang provokator. Ini
merupakan sikap seorang negarawan yang bersaing namun secara hakikat tetap
bersanding. Begitupula halnya belum pernah ada pemberitaan dimedia massa yang
menyatakan seorang Jokowi menyerang rivalnya dengan nada-nada maupun pesan
negatif.
Kepada para pendukung, berfikirlah positif jangan
hanya dikarenakan kepentingan politik sesaat lantas menggunakan segala cara
untuk menang. Karena ujung-ujungnya selain rakyat yang kebingungan, capres anda
sendiri pun akan dirugikan karena terciprat efek negatif dari perilaku kampanye
tak bermoral. Alih-alih memenangkan sang dukungan ternyata malah sang lawan
yang dimenangkan. Maka mari bersikap lebih dewasa dalam menikmati proses
demokrasi. Hindarkan pola-pola bullying, black campaign, dan
ganti dengan kampanye sehat dan fair dengan menghadirkan kelebihan-kelebihan
dari sosok capres-cawapres yang didukung. Dan biarkan nantinya rakyat Indonesia
yang menentukan pilihannya demi Indonesia yang baik. Semoga
0 Response to "CAPRES HEBAT Vs PENDUKUNG AMORAL"
Posting Komentar