TUJUAN DARI MEMPELAJARI AFATUL LISAN
- Menjauhi
dosa-dosa besar dan segera bertaubat jika pernah melakukannya.
- Mengetahui
dan memahami bahaya lidah yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka.
- Menjaga
dan memelihara lidah dari berbagai bentuk kemaksiatan karena takut akan
ancaman Alloh SWT dengan cara meninggalkan bentuk-bentuk bahaya lidah.
- Menggunakan
lidahnya sesuai dengan petunjuk Alloh dan Rasul-Nya, sehingga senantiasa
benar lisannya dan memperoleh kebahagiaan dengan cara mengoptimalkan
seluruh aktivitas lisannya di jalan Alloh SWT.
MAKNA AFATUL LISAN
- Afatul
lisan atau bahaya lidah, adalah bahaya yang bisa ditimbulkan oleh lidah
atau kata-kata kita, (bukan berarti lidah selalu membawa mudharat bagi
manusia, karena lidah juga bermanfaat bagi manusia).
- Dengan
lidah seseorang dapat berbicara dan menyampaikan maksud yang diinginkan.
- Namun
harus disadari pula bahwa betapa banyak orang yang tergelincir karena
lidahnya karena ketidakmampuan menjaga lidah dari ucapan dan kata-katanya,
sehingga seorang muslim haruslah memahami bahaya dari lisan sebagaimana
juga memahami akan manfaat dari lisan tersebut.
- 2 hal
penting yang sering diingatkan islam kepada kita manusiaadalah menjaga dan
memelihara dengan baik lidah dan tingkah laku. Rasulullah SAW bersabda:
“ Barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari Qiyamat, hendaklah berkata
baik atau diam.”
- Dalam
hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya kebanyakan
dosa anak Adam berada pada lidahnya”.
- Ada
ungkapan dari Husain ra yang bisa menjadi pertimbangan bagi kita, “
seseorang yang menceritakan keburukan orang lain dihadapanmu, boleh jadi
dia akan menceritakan keburukanmu (juga) pada orang lain.”
Hakikat lidah
- Lidah
adalah nikmat Alloh yang paling besar bagi manusia. Maka wajib bagi
manusia memeliharanya dari dosa dan kemaksiatan, menjaganya dari
ucapan-ucapan yang bisa menimbulkan penyesalan dan kerugian.
- Lidah
menjadi saksi pada hari kiamat. Dalam Q.S. An Nuur: 24, Alloh SWT
berfirman, “ Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki mereka menjadi
saksi atas mereka terhadap apa-apa yang dahulu mereka kerjakan”.
- Lidah
dapat membawa seseorang masuk ke dalam surga Alloh SWT bila digunakan
untuk taat kepada-Nya, sebaliknya lidah dapat menjerumuskan seseorang ke
dalam neraka jika tidak digunakan untuk taat kepada Alloh SWT.
- Lidah
dapat menjadikan halal yang tadinya haram ( seperti pada akad nikah), dan
menjadikan haram yang tadinya halal ( seperti pada kasus perceraian).
- Lidah
dapat menjadikan seseorang kafir ( Q.S. Al Maidah: 72) atau kembali kepada
islam, menyebabkan permusuhan bahkan peperangan, tetapi juga dapat
menjadikan damai.
- Lidah
adalah alat penting yang bisa dimanfaatkan oleh syaithan dalam
menjerumuskan manusia. Lidah yang digunakan dengan cara yang tidak
semestinya dalam berbicara, dapat membangkitkan keinginan orang yang ada
penyakit dalam hatinya, seperti Firman Alloh dalam Q.S. Al Ahzab: 32
- “Maka
janganlah kamu tunduk ( melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga
bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya ( mempunyai niat
berbuat serong), dan ucapkanlah perkataan yang baik”.
Macam-macam bentuk bahaya lidah
- Ungkapan
/ bicara yang tidak berguna (tidak perlu)
- Berbicara
yang berlebihan
- Ungkapan
yang mendekati kebatilan dan maksiat
- Berbantahan,
berdebat, dan bertengkar
- Banyak
omong yang dilebih-lebihkan karena ingin menang/ mendapatkan haknya
(ngotot).
- Bercanda
dan bersendau gurau
- Ungkapan
yang menyakitkan (berkata keji, jorok, dan mencaci).
- Melaknat
( manusia, binatang ataupun benda)
- Bernyanyi
dan bersyair
- Membuka
/ membocorkan / menyebarkan rahasia
- Berfasih-fasih
dalam berbicara untuk menarik perhatian.
- Dusta
atau berbohong dalam perkataan, janji dan sumpah.
- Ghibah
(menceritakan keburukan orang lain)
- Sanjungan
yang menjerumuskan
- Namimah
( adu domba dan menghasut / memfitnah)
- Mengejek
dan mencemooh ( menyebutkan hal yang bikin malu / kejelekan diceritakan
untuk ditertawakan)
- Bertanya
yang bukan-bukan, hingga memberatkan orang yang menjawab).
1.Ungkapan / bicara yang tidak
berguna
Nabi SAW
bersabda:
“Barangsiapa
yang mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan apa yang ada
diantara dua kaki, maka aku jamin dia masuk surga.” (Muttafa’alaih).
“
Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan
yg menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yg jaraknya lebih jauh antara
timur dan barat”.
(Muttafaq’alaih, dari Abu Hurairah).
“Tiada suatu
ucapanpun yg diucapkan, melainkan ada didekatnya Malaikat Pengawas yg selalu
hadir (Raqib & Atid)”. ( Q.S. Qoof: 18).
2. Berbicara yang berlebihan
Banyak
berbicara tanpa berdzikir kepada Alloh akan mengeraskan hati dan menjauhkan
diri dari Alloh SWT.
Menuju surga
cepat dengan lisan, menuju nerakapun cepat dengan lisan.
Nabi SAW
pernah bersabda;
“Tidak akan
lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan lurus
hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. Dan seorang hamba tidak akan memasuki
surga selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya. “
Rasulullah
SAW bersabda : “Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya,
dan menginfakkan kelebihan hartanya “ (HR. AlBaghawiy).
Alloh SWT
memberikan batasan tentang pembicaraan agar arahan pembicaraan kita bermanfaat
dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. An Nisa’ : 114
:
“Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhoan Alloh, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar”.
3. Ungkapan yang mendekati kebatilan
dan maksiat
Melibatkan
diri dalam pembicaraan yang bathil / maksiat adalah perbuatan yang haram, yang
akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya
ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak menduga
akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat”. (HR Ibnu Majah).
Ingat sabda
Rasulullah SAW, “ Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhir,
ucapkanlah yang bermanfaat, atau lebih baik diam saja”.
4. Berbantahan, berdebat dan
bertengkar
Debat adalah
menentang ucapan orang lain, untuk menyalahkan secara lafadz dan makna.
Biasanya
debat yang tidak disertai akhlaq dan adab yang tinggi, akan lebih banyak
mengundang pertengkaran dan permusuhan yang merugikan.
Rasulullah
SAW mengingatkan bahwa perdebatan hanyalah akan membawa kepada kesesatan
setelah datangnya petunjuk.
Alloh SWT
berfirman dalam Q.S An Nahl: 125
“Serulah
(manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah
mereka dengan cara yang lebih baik”.
Ada 2 etika
debat yang perlu dipatuhi:
- Hindari
penggunaan bahasa yang rendah, tindakan yang kasar, dan tidak menghormati
pemikiran lawan. Jika perlu adakan penengah, dan beri hak untuk memberi
kartu kuning atau merah, bahkan ‘menskors’ pendebat yg melanggar disiplin
debat dan aturan.
- Hendaklah
lebih banyak mencari titik persamaan, dan kurangi usaha untuk mencari
titik perbedaan. Lebih banyak persamaan yang ditemui, lebih banyak hasil
yang diperoleh.
Dalam Q.S.
Saba’: 24-26 juga dijelaskan tentang debat Nabi SAW dengan musyrikin yang bisa
dijadikan contoh untuk dipelajari disiplin, akhlaq, dan etikanya.
5. Banyak omong yang
dilebih-lebihkan untuk mendapatkan haknya (ngotot).
Secara
lahiriyah, mulut manusia itu banyak mengandung virus, terlebih secara
batiniyah. Itulah sebabnya ketika Rasulullah SAW didatangi seseorang yang
hendak menanyakan tentang islam dengan satu pertanyaan yang tidak perlu lagi
disusul dengan pertanyaan lainnya, maka Rasulullah memberi jawaban singkat:
“katakanlah aku beriman kepada Alloh, kemudian beristiqomahlah. Sahabat tersebut
bertanya, dengan cara apa kami memeliharanya? Rasulullah memberi isyarat kepada
lisannya. Islam itu bukan terletak pada simbol-simbol, seperti kyai, haji, tuan
guru, syekh, atau habib. Letak islam itu pada tampilan akhlaqnya, terutama pada
kemampuannya untuk menjaga mulutnya.
Rasulullah
SAW bersabda:
“Sesungguhnya
orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah
orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak
bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. (HR. Ahmad)
Abu Bakar
bin Iyasy mengatakan, ada 4 orang pembesar kerajaan, yaitu raja India, Raja
China, Kaisar, dan Sultan, berkumpul dalam suatu majelis. Salah seorang
diantara mereka berkata, “Aku menyesal atas apa yang pernah aku katakan, dan
aku tidak menyesal atas apa yang belum aku katakan”. Yang ke-2 menyahut, “Jika
aku berkata dengan sepatah kata, sesungguhnya perkataan itu menguasaiku,
sementara aku tidak menguasainya. Tetapi jika aku tidak mengatakannya, aku
dapat menguasai kata itu dan dia tidak dapat menguasaiku”.
Yang lain
kemudian menyampaikan pendapatnya ttg perkataan juga, “Sangat aneh orang yang
berbicara, terkadang perkataannya membahayakannya, terkadang pula mendatangkan
manfaat baginya”. Sedangkan yang ke-4 mengakhiri pembicaraan dengan satu
pendapat, “Aku dapat menyangkal apa yang belum aku ucapkan. Aku lebih mampu
untuk melakukan itu daripada menyangkal apa yang telah aku ucapkan”.
6. Bercanda dan sandau gurau
Bercanda
yang benar sajalah yang dibenarkan dalam islam.
Rasulullah
SAW bersabda: “Sesungguhnya aku juga bersendau gurau, dan aku tidak akan
mengatakan kecuali yang benar saja”.
Seperti
kisah Rasulullah bersama seorang nenek yang menanyakan apakah dia (nenek) tsb
akan masuk surga. Dan dijawab oleh Rasulullah bahwa hanya orang muda saja
penghuni surga. Si nenekpun terkejut, dan akhirnya Rasulullah menerangkan bahwa
biarpun orang tua akan menjadi muda kembali bila masuk surga.
Dan
sesungguhnya Alloh sangat murka pada sesuatu yang berlebihan, termasuk tertawa.
kebiasaan ini juga akan menurunkan kewibawaan seseorang.
Islam adalah
agama yang serius, bukan untuk dijadikan bahan tertawaan. Dalam suatu Hadits
menyebutkan bahwa bercanda itu menyempitkan hati. Rasulullah SAW bila sedang
tertawa, hanya senyumanlah yang selalu menghiasi pribadi beliau.
Umar bin
Khatthab berkata : “Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan
diremehkan/dianggap hina”.
7. Ungkapan yang menyakitkan
(berkata keji, jorok, dan mencaci)
Berkata
keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan
ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini
termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama. Nabi bersabda :
“Jauhilah
perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan
perbuatan keji” dalam riwayat lain :”Surga itu haram bagi setiap orang yang
keji”. HR. Ibnu
Hibban
“Orang
mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok” (HR. At Tirmidzi).
Untuk itu
Imam Al Bashri mengemukakan bahwa lidah orang berakal itu terletak dibelakang
akalnya. Jika ia hendak berkata, dipikirkannya lebih dahulu. Kalau perkataan
itu kira-kira akan bermanfaat baginya, ia akan mengucapkannya. Kalau
dirasakannya akan membahayakan dirinya, ia memilih diam. Sedangkan hati orang
yang bodoh terletak dibelakang lidahnya, jika ia mau berkata, tanpa dipikir
dahulu, langsung saja diucapkannya.
Ucapan keji
dan mungkar tidak akan mendatangkan ridha Alloh, sesungguhnya syaitan itu telah
menimbulkan perselisihan diantara manusia.
“Termasuk dalam
dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri” Para sahabat bertanya : “Bagaimana
seseorang mencaci maki orang tua sendiri? Jawab Nabi: “Dia mencaci maki
orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”.
HR. Ahmad.
Ibnu Assikit
berkata: “seseorang justru tertimpa celaka karena lidahnya, dan tidaklah ia
terkena bahaya lantaran terpeleset kakinya, apabila ia terpeleset kakinya ia
akan sembuh kembali dalam waktu yang tidak lama, tetapi apabila ia terpeleset
karena perkataannya, bisa saja ia akan kehilangan kepalanya".
8. Melaknat ( manusia, binatang, dan
benda)
Hakekat
laknat adalah menjauhkan sesuatu dari rahmat Alloh SWT. Seseorang yang melaknat
berarti telah menyatakan bahwa sesuatu telah dijauhkan dari rahmat Alloh,
padahal itu termasuk perkara ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh.
Maka perbuatan seperti ini termasuk berdusta dan mengada-ada atas nama Alloh.
Beberapa
hadits tentang larangan melaknat seseorang:
- “Melaknat
seorang mukmin adalah seperti membunuhnya”. (Muttafaqun “alaihi).
- “Tidak
pantas bagi seorang shiddiq ( orang yang mengikuti kebenaran) menjadi
tukang laknat.” (HR.
Muslim)
- “Tukang-tukang
laknat tidak akan menjadi pemberi syafaat dan pemberi kesaksian pada hari
kiamat.” (HR.
Muslim)
- “Seorang
mukmin bukanlah tukang cela dan tukang laknat, dan bukanlah orang yang
berkata keji lagi kotor.” (HR. Tirmidzi)
- “Apabila
sebuah laknat terucap dari mulut sesorang, maka ia (laknat itu) akan
mencari sasarannya. Jika ia tidak menemukan jalan menuju sasarannya, maka
ia akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (dari Silsilah Hadits Shahih).
Dari Imran
bin Hushain berkata: “Ketika Rasulullah SAW berada dalam sebuah lawatan,
tiba-tiba seorang wanita dari kalangan Anshar mengutuk onta yang ditungganginya
karena jengkel. Rasulullah yang mendengar ucapannya itu lantas bersabda;
“Ambillah barang-barang yang ada diatas punggung onta itu dan lepaskanlah onta
itu sebab onta itu dilaknat.” Imran berkata: “Sekarang aku melihat
wanita itu berjalan ditengah keramaian, namun tidak ada satu orangpun yang
menegurnya.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain dari Abu Barzah berbunyi: “
Janganlah menyertai kami onta yang telah dilaknat.” (HR. Muslim). Maksudnya
adalah teguran keras kepada wanita yang telah melaknat ontanya tadi karena onta
tersebut bertasbih kepada Alloh dan tidak berhak dilaknat. Rasulullah melarang
wanita tadi menyertai rombongan dengan menunggang onta tsb. Rasulullah tidak
melarang menyembelih atau menjual onta tsb.
9. Bernyanyi dan bersyair
Dalam Q.S.
Luqman: 6 Alloh berfirman:
“Dan
diantara manusia (ada) yang mempergunakan lahwal hadits (perkataan yang tidak
berguna) untuk menyesatkan manusia dari jalan Alloh tanpa pengetahuan dan
menjadikan Alloh itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Ibnu Abbas
berkata bahwa ‘lahwal hadits’ diatas berarti ‘nyanyian’. (Ibnu Abbas adalah
seorang sahabat yang mendapat do’a dari Rasulullah SAW, “ Ya Alloh…
anugerahkan kefaqihan kepadanya dalam agama ini dan ilmu ta’wil.”
Dalam Q.S.
An-Najm: 59-61, Alloh juga berfirman:
“Maka apakah
merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak
menangis, sedang kamu bernyanyi-nyanyi (melengahkannya)?”
Rasulullah
SAW bersabda : “ Akan muncul dari kalangan ummatku sekelompok orang yang menghalalkan
farj (perzinahan), sutera, khamr, dan alat-alat musik” (H.R. Bukhari).
Nyanyian dan
musik merupakan 2 pintu yang dilalui syetan untuk merusak hati dan jiwa.
Imam Ibnu
Qayyim berkata “ diantara tipu daya syetan-musuh Alloh- dan diantara jerat yang
dipasangnya untuk orang yang sedikit ilmu, akal, dan agamanya, shg orang tsb
terjebak kedalamnya, untuk mendengarkan kidung dan nyanyian yang diiringi musik
yang diharamkan.”
Bersyair
secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak
terdapat
ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit
untuk bersyair melawan syairnya orang kafir.
Ada bbrp nyanyian yang diperbolehkan, antara lain:
- Menyanyi
pada Hari Raya. Hal ini berdasarkan dari hadits Aisyah: “ Suatu
ketika Nabi SAW masuk ke bilik Aisyah, sedang disisinya ada 2 org hamba
sahaya wanita yg masing-masing memukul rebana ( dlm riwayat ia berkata:…
dan disisi saya terdapat 2 orang hamba sahaya yang sedang bernyanyi), lalu
Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah SAW malah bersabda: “Biarkanlah
mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya,
sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini.” (H.R. Bukhari).
- Menyanyi
dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana
sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Rasulullah SAW bersabda: “Pembeda
antara yang halal dan yang haram adalah rebana dan suara (lagu) pada saat
pernikahan.” (H.R. Ahmad).
- Nasyid
islami (nyanyian islami tanpa diiringi musik) yang disenandungkan saat
bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika
didalamnya terdapat do’a. Nyanyian yang mengandung pengesaan Alloh,
kecintaan kepada Rasulullah SAW, atau mengandung anjuran berjihad,cteguh
pendirian, dan memperbaiki akhlak, serta hal-hal lain yang bermanfaat
untuk masyarakat islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.
10. Membuka/membocorkan/menyebarkan
rahasia
Menyebarkan
rahasia akan mengecewakan orang lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang
dikenali.
Membuka
rahasia rumah tangga kepada pihak lain sama sekali tidak mendatangkan
keuntungan, justru bencana dan malapetaka. Rumah tangga bisa berantakan karena
salah satu pihak merasa tersinggung dan terhina karenanya. Bahkan tidak
tertutup kemungkinan jika kemudian masalahnya berkembang sampai akhirnya
terjadi perceraian.
Dari abu
Said Al Khudri r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sejelek-jelek
orang disisi Alloh pada hari kiamat kelak adalah suami yang sudah mencurahkan
segala kasih sayangnya kepada istrinya, dan istrinyapun sudah menyerahkan kasih
sayangnya kepadanya, kemudian dia (suami) menyebarkan rahasia istrinya, (dan
istrinya membuka rahasia suaminya).” (H.R. Muslim).
orang yang
tersinggung sulit diobati. Jika anggota badan yang terluka bisa dijahit dan
diperban, tetapi jika hati yang terluka bisa dibawa sampai mati. Hari ini bisa
ditekan, tapi besok bisa muncul kembali. Itulah sebabnya mengapa kita harus
menjaga rahasia istri atau suami.
11. Berfasih-fasih dalam berbicara
untuk menarik perhatian.
Salah satu
modal untuk dapat diterima dalam menjalin hubungan dengan orang lain adalah
menarik perhatian. Untuk itu, sering kali orang berakting untuk mendapatkan
perhatian orang lain. Namun, kadang orang sering kebablasan dalam akting yang
dimainkan, sehingga sering dijuluki over acting, sok gagah-gagahan, sok fasih.
Rasulullah
SAW bersabda:
“Sesungguhnya
orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah
orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak
bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. (HR. Ahmad)
Tidak
termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan
nasehat,
selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat
pendengar
tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan
merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang
menyentuh.
12. Dusta atau berbohong dalam
perkataan, janji, dan sumpah.
Alloh
berfirman dalam Q.S. Al-Hajj:30
“ ….
hendaklah kita menjauhi perkataan dusta.”
Rasulullah
SAW bersabda: “ Maukah kamu aku tunjukkan dosa-dosa besar? Kami menjawab:
ya, tentu mau wahai Rasulullahn. Rasulullah SAW berkata: “Menyekutukan Alloh,
durhaka kepada kedua orang tua, dan berkata dusta.” (Muttafa’alaih).
Imam Nawawi
berkata: “Ketahuilah! Sesungguhnya menurut Madzhab Ahlus Sunnah, bahwa dusta
itu ialah mengabarkan tentang sesuatu yang berlainan (berbeda/ menyalahi)
keadaannya. Sama saja apakah engkau lakukan (dusta itu) dengan sengaja atau
karena kebodohanmu (tidak sengaja). Akan tetapi tidak berdosa kalau karena
kebodohan (tidak sengaja), dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja."
Firman Allah
: “Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…” QS :5:1
Pujian Allah
SWT pada Nabi Ismail as: “Sesungguhnya ia adalah seorang
yang benar
janjinya..” QS 19:54
Rasulullah
SAW bersabda : “ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah
munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara dusta, jika
berjanji ingkar, dan jika dipercaya khiyanat”. (Muttafaq alaih dari Abu
Hurairah)
Rasulullah
SAW bersabda :
“Sesungguhnya
berbohong akan menyeret orang untuk curang. Dan kecurangan akan menyeret orang
ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus berbohong
hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong” (Muttafaqalaih).
“Ada tiga
golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di hari kiamat, yaitu :
orang yang mengungkit-ungkit pemberian, orang yang menjual dagangannya dengan
sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain sarungnya” (HR Muslim).
“Celaka
orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka dia” (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)
13. Ghibah (menceritakan keburukan
orang lain)
Dalam Q.S.
Al Hujurat: 12, Alloh SWT berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (buruk), karena
setengahnya itu dosa. Dan janganlah menyelidiki (mencari-cari) kesalahan orang
lain, dan jangan pula sebagian kamu menggunjing (ghibah) atas sebagian yang
lain. Maukah seseorang diantara kamu makan daging saudaranya yang telah mati?
Pasti kamu jijik (tidak mau). Bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha
Penerima taubat dan lagi Maha Penyayang.”
Rasulullah
SAW bersabda:
“Kerusakan
yang dilakukan oleh ghibah (mengumpat / memfitnah) pada iman seorang mukmin
lebih cepat daripada kerusakan yang disebabkan oleh penyakit aklah (penyakit
yang memakan daging ditubuh manusia) pada tubuhnya.”
Dari Nawfal
Al Bakali, Ali ra berkata:
“Janganlah
berbuat ghibah, krn itu adl makanan anjing-anjing neraka.”
Diriwayatkan
dari Abu Dzar, ia berkata: Ya Rasulullah, apakah ghibah itu? Rasul menjawab:
Ghibah adalah menyebutkan tentang saudaramu akan sesuatu yang akan membuat dia
merasa jijik. Aku berkata: Ya Rasulullah, bagaimana jika hal tersebut memang
ada pada dirinya? Rasul menjawab: Ketahuilah, bahwa menyebut tentang sesuatu
yang memang ada pada dirinya, berarti kamu telah mengumpatnya. Abu Dzar
berkata: Nabi SAW bersabda: Ghibah merupakan suatu dosa yang lebih besar
daripada berzina. Kataku: Bagaimana itu ya Rasulullah? (Rasul menjawab): itu
karena orang yang berzina , jika dia bertaubat kepada Alloh, Alloh menerima
taubatnya. Namun ghibah tidak diampuni Alloh, hingga korban daripada ghibah
mengampuninya.
Rasulullah
SAW juga bersabda:
“Wahai yang
telah memeluk islam dengan lidah, namun iman belum masuk ke hatinya, janganlah
menghina orang-orang muslim, dan janganlah membuka cacat-cacat mereka.
Sesungguhnya Alloh akan membuka cacat-cacat mereka, dan barangsiapa yang
dibukakan cacatnya oleh Alloh, maka ia akan senantiasa terhina, walaupun
dirumahnya sendiri.”
Perkecualian
barangkali berlaku pada seorang ulama shaleh yang arif bijaksana seperti Hasan
Basri. Konon ia pernah diberitahu oleh seseorang bahwa dirinya dijelek-jelekkan
(si fulan), lalu ia melakukan pembalasan pula. Harap jangan salah praduga,
sebab pembalasan Hasan Basri bukan dengan omelan, apalagi tindakan fisik. Tak
seorangpun tahu. Secara diam-diam- dia menghadiahkan makanan lezat kesukaan si
fulan yang nakal tadi berupa buah kurma dengan kualitas paling istimewa
(ruthab) seraya berkata, “ Aku dengar engkau telah memberikan amal baikmu
kepadaku, lalu akupun ingin membalas pemberianmu itu, sekalipun mungkin terlalu
sedikit dan tidak sesuai dengan apa yang engkau berikan,” ujarnya tulus.
Akhlak mulia Hasan Basri menjadi teladan bagi si fulan, ia lantas bertaubat
kepada Alloh atas kekhilafannya tersebut.
Menceritakan
kekurangan orang lain dapat dibenarkan jika terdapat alasan berikut ini:
- Mengadukan
kezaliman orang lain kepada qadhi
- Meminta
bantuan untuk merubah kemunkaran
- Meminta
fatwa.
- Memperingatkan
kaum muslimin atas keburukan seseorang
- Orang
yang dikenali dengan julukan buruknya
- Orang
yang diceritakan aibnya, melakukan itu dengan terang- terangan(mujahir).
Hal-hal
penting yang harus dilakukan seseorang yang telah berbuat ghibah
adalah :
- Menyesali
perbuatan ghibahnya itu
- Bertaubat,
tidak akan mengualnginya lagi
- Meminta
maaf/dihalalkan dari orang yang digunjingkan
14. Sanjungan yang menjerumuskan
Imam Ats
Tsauri menuturkan:
“Apabila
engkau bukan termasuk orang yang takjub terhadap diri sendiri, hal lain yang
perlu diingat adalah, hindarilah sifat senang disanjung orang.”
Maksudnya
bukan orang lain tidak boleh memuji kita, tetapi janganlah kita meminta pujian
dari orang lain.
Rasulullah
SAW bersabda:
“Barangsiapa
mencari ridha Alloh SWT, meskipun menimbulkan kemarahan manusia, niscaya Alloh
SWT akan meridhainya dan akan membuat manusia ridha terhadapnya. Dan
barangsiapa yang mencari kesenangan manusia hingga membuat Alloh murka, maka
Alloh murka kepadanya dan membuat manusia murka kepadanya.”
Ada 2 jenis
pujian:
1.
Mengharapkan pujian/sanjungan dari orang lain. Seandainya orang yang senang
dipuji selalu ingat (bahaya yang timbul dibalik pujian, yaitu orang orang yang
memujinya akan balik mencelanya), niscaya ia menyadari bahwa dialah yang paling
mengetahui akan kelemahan dirinya sendiri. Seorang ahli hikmah bertutur dalam
syairnya:
Hai orang
jahil yang terbuai dengan sanjungan yang menghanyutkan,
Kejahilan
orang yang menyanjungmu jangan sampai menguasai kesadaranmu akan kadar dirimu
Pujian dan
sanjungan itu ia ucapkan tanpa sepengetahuannya tentang hakikat dirimu
Dirimulah
yang lebih mengetahui tentang baik buruknya dirimu
2. Memuji
diri sendiri atas kekurangan yang ada padanya.
Ini termasuk
merekomendasi terhadap dirinya sendiri. Padahal Alloh berfirman dalam Q.S An
Najm:32: Janganlah kamu menganggap diri kamu suci.” seorang penyair berkata:
Sungguh aneh
orang yang memuji dirinya sendiri
Namun tidak
menyadari bahwa pujiannya itu sendiri adalah kekurangan dirinya
Seorang
pemuda memuji diri atas kekurangan yang ada padanya
menyebut-nyebut
aibnya sendiri hingga diketahui kejelekannya.
Pujian
sekali-kali perlu diberikan untuk membuat orang lain berusaha bekerja lebih
baik lagi. Karena, pada dasarnya semua orang mendambakan penghargaan walaupun
hanya berupa kata-kata pujian.
Sanjungan /
pujian yang baik adalah sanjungan yang dilandasi persahabatan yang dibangun
atas dasar cinta kepada Alloh SWT.
Doa Ketika
Dipuji Orang Lain
اللَّهُمَّ
أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ
اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ
تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma
anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy
khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy
bimaa yaquuluun.
[Ya Allah,
Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih
mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah
diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang
mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka.
15. Namimah (adu domba dan menghasut / memfitnah)
Alloh SWT
berfirman dalam Q.S Al Qalam: 11-12
“ Suka
mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah, yang merintangi segala yang baik,
yang melampaui batas dan banyak dosa.”
Rasulullah
SAW bersabda”
“Tidak masuk
surga orang yang suka namimah.”
Ciri-ciri
sifat namimah, antara lain:
bisa
memisahkan seseorang dengan kerabatnya, seseorang dengan temen-temannya, bahkan
dirinya dengan anggota saudaranya sendiri. Bahkan bisa menimbulkan tindak
pembunuhan dan peperangan antara 2 kabilah.
16. Mengejek dan mencemooh ( menyebutkan hal yang
bikin malu / kejelekan diceritakan untuk ditertawakan).
Menjelang
perpisahannya dengan Nabi Musa, Nabi khidir as memberi nasehat, “ Hai Musa,
janganlah telalu banyak bicara, dan jangan pergi tanpa perlu, jangan banyak
tertawa, juga jangan menertawakan orang yang berbuat salah, dan tangisilah
dosa-dosa yang telah kamu perbuat.”
Alloh SWT
berfirman dalam Q.S. At Taubah: 82
“Maka
hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai pembalasan dari
apa yang selalu mereka kerjakan.”
Rasulullah
SAW juga bersabda:
“Seandainya
kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa,… (HR. Abu Dzar)
Dalam Q.S An
Najm: 59-61:
“Alloh
memperingatkan, “ Apakah dengan ajaran ini, kalian ta’ajub (heran)? Kamu
tertawa dan tidak menangis, sedang kalian terlengah.”
Ibnu Abbas
berkata: “Barangsiapa tertawa disaat berbuat maksiat, maka akan bercucuran
tangis di neraka.”
3 perkara
yang menyebabkan hati seseorang menjadi bebal dan membatu:
- Tertawa yang berlebihan
- Belum lapar sudah makan lagi
- Gemar omong kosong (bicara
kesana kemari yang tidak berguna.)
Kepada
seseorang yang kesibukannya membuat orang tertawa-tawa, sehingga bukan semata
menjadi hiburan hati, tetapi sudah mengarah pada membuat orang menjadi lengah
dan lupa, Rasulullah SAW bersabda:
“Celakalah
orang yang berdusta supaya ditertawakan orang lain. Celakalah dia, celakalah
dia.” (HR.
Tirmidzi)
Ada 4 hal
yang menjadi obat mereka yang terkena “penyakit” ini (menurut Yahya Mu’adz Razy
sebagaimana dikutip Al Faqih):
- Ingat dosa-dosa yang telah
diperbuat selama ini.
- Sibuk dengan bekerja (memenuhi
nafkah) untuk diri dan keluarga.
- Ingat bahwa jatah umur yang ada
tinggal sedikit, dan akan datang kehidupan baru di akhirat.
- Memperhatikan setiap musibah
yang menimpa, baik diri, keluarga, maupun orang lain. Muadz bin Jabal
ra. berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Barang siapa yang
mencela dosa saudaranya yang telah bertaubat, maka ia tidak akan mati
sebelum melakukannya” HR. At Tirmidzi
17. Bertanya yang bukan-bukan, hingga memberatkan
orang yang menjawab.
Dari Abu
Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Apa yang aku larang kalian dari
(mengerjakan)nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk
(melakukan)nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena sesungguhnya
yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya
pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dan perselisihan mereka dengan para
Nabi mereka.” (HR. Bukhari & Muslim)
Misalnya
bertanya tentang hal-hal yang hanya diketahui oleh Alloh semata (nasibnya
nanti, disurga atau di neraka, tentang hari kiamat, atau tentang ruh), tentang
halal - haram, hal-hal yang belum terjadi yang sifatnya masih dugaan/
perandaian, dan bertanya hal yang sia-sia atau dengan maksud mengejek /
menyombongkan diri.
Cara
menjauhi bahaya lidah:
- Menjaga mulutnya agar tidak
memakan makanan yang haram.
- Menjaga mulutnya agar tidak
mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan.
- Menyadari bahwa setiap kata
yang keluar dari mulut kita, nanti akan kita pertanggungjawabkan dihadapan
Alloh SWT.
- Melatih diri untuk diam dari
hal-hal yang tidak berguna.
- Menggunakan waktu secara
efektif, tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna.
Keluar
masuknya sesuatu dari mulut harus benar-benar dijaga, sebab letak keselamatan
manusia dunia dan akhiratnya itu terletak pada kemampuannya untuk menjaga
hal-hal tersebut diatas.
Abu Bakar
Ash Shiddiq pernah meletakkan tongkat dimulutnya seraya berkata “ Inilah yang
dapat mengeluarkanku dari tempat-tempat keluar (maksudnya keluar dari
batas-batas kebenaran).
WALLOHUA’LAM
BISSOWAB
0 Response to "AFATUL ISAN"
Posting Komentar