I'jaz Al Qur'an

blogger templates


A. Pengertian I’jazil Quran dan Mukjizat
I’jāz secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) disebut mu’jiz. Kemampuannya yang melemahkan pihak lain dan membungkamkan lawan dinamai mukjizat. Dengan tambahan tā marbutah pada akhir kata mengandung arti superlatif (mubālaghah).
Secara umum I’jaz adalah ketidak mampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidakberdayaan.  Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat.
Secara istilah pengertian kemukjizatan Al-Qur’an dikemukakan oleh beberapa ulama  sebagai berikut:
1. Manna Khalil Al Qattan
أمر خارق للعادة مقرون بالتحدى سالم عن المعارضة
Perbuatan yang luar biasa yang disertakan dengan bertanding secara damai dari orang yang menentangnya.




Selain pengertian diatas Kemukjizatan juga mempunyai arti menampakan kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT dalam memperoleh pengakuan orang lain dengan menampakkan kelemahan orang-orang arab untuk menandingi mukjizat yang abadi yaitu Al-Qur’an
2. Ali Asy Shabuniy
Kemukjizatan adalah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun individu untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datang dari Allah SWT yang diberikan kepada Rasulullah SAW untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiaannya.
3. Muhammad Bakar Ismail
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya yang bersumber dari Allah SWT.
Dari ketiga definisi di atas  dapat di pahami antara I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahakan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas menegaskan batasan yang lebih spesifik yaitu Al-Quran. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Quran, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul –rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang di bawahnya.


An-Nizham berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Quran itu dengan pemalingan, yakni Allah memalingkan orang-orang Arab sehingga tidak dapat menjawab  tantangannya; dengan kata  lain bahwa sebenarnya mereka mampu melakukannya tetapi karena ada “faktor luar” yang menghalanginya maka mereka menjadi tak berdaya, Pendapat ini tentu tidak dapat diterima sebab Allah telah menyatakan (artinya): “Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul…”. Seandainya merekka telah dibuat tak berdaya sedemikian rupa, maka tidak ada gunanya tawaran atau tantangan Allah dalam ayat tersebut, sebab sama saja dengan berhimpunnya orang-orang yang sudah mati.
Al-Qadhi Abu Bakar al- Baqilany berkata: Segi kemukjizatan terletak pada susunan kalimat dan kepadatan isinya; ia berbeda sama sekali dari semua susunan kalimat yang biasa digunakan dalam pembicaraan orang Arab dan berlainan diametris dengan gaya bahasa mereka. Karena itu, merkea tidak mampu membuat semisal Al-Quran.
Kemukjizatan Al-Quran tidak dapat dipelajari sekalipun melalui semua macam ilmu Badi’ yang diciptakan dalam dunia sya’ir, karena ilmu-ilmu tersebut tidak termasuk ke dalam “perkara luar biasa”; bahkan ilmu-ilmu tersebut dapat dipelajari dan dilatih seperti halnya membuat sya’ir dan qashidah. Dalam pada itu susunan dan gaya bahasa Al-Quran tidak ada yang mampu menyamainya.
Al-Quran memuat segala bentuk susunan bahsa yang terbaik, karena itu ia tidak bisa diaktakan risallah, khithabah, sya’ir atau sajak. Ia hanya bisa dikatakan kalam Allah. Seorang ahli balaghah apabila mendengarkan Al-Quran, ia akan membedakan antara Al-Quran dan semua susunan kalimat selainnya.  Karena itu Allah berfirman:
“…Dan sesungguhnya Al-Quran itu adalah kitab yang mulia yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakang…”.(QS, Fushshilat: 41-42)
Ayat ini sebagai peringatan bahwa penyusunan Al-Quran tidak seperti apa yang disusun manusia yang seringkali mengalami penambahan, pengurangan, perbaikan, dan lain sebagainya.
Al-Mawardi dalam tulisan Hasbi ash-Shiddiqie menerangkan dua puluh hal yang menunjukan kemukjizatan Al-Quran, yaitu:
1. Kefashahan AL-Quran dan cara penjelasannya.
2. Keringkasan lafaz Al-Quran, tapi sempurna maknanya.
3. Nazham uslub-nya yang unik. Ia tidak termasuk ke dalam kalam yang ber-nadzam, tidak termasuk ke dalam syi’ar atau rajaz, tidak bersajak dan pula bersifat khatbah.
4. Banyak makna-maknanya yang tidak dapat dikumpulkan oleh pembicaraan manusia.
5. Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang.
6. Al-Quran mengandung berbagai hujjah dan keterangan untuk menetapkan ketahuidan dan menolak i’tiqad-i’tiqad yang salah.
7. Al-Quran mengandung kabar-kabar orang yang telah lalu dan umat-umat purbakala.
8. Al-Quran mengandung kabar-kabar yang  belum terjadi, kemudian terjadi, kemudian terjadi persis sebagaimana yang dikabarkan.
9. Al-Quran menerangkan isi-isi hati yang tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah sendiri .
10. Lafaz-lafaz Al-Quran melengkapi jazal mustarghab dan sahl al- mustaqrab. Dalam pada itu, tidak dipandang sukar jazal-nya dan tidak dipandang mudah sahl-nya.

11. Pembaca Al-Quran mempunyai khushusiyah dengan kelima penggerak yang tidak didapatkan pada selainnya. Pertama, kelembutan tempat keluarnya. Kedua, keindahan dan kecantikannya. Ketiga, mudah dibaca nadzam-nya dan saling berkaitan satu sama lain. Keempat, enak didengar, dan kelima, pembacanya tidak jemu membacanya dan pendengarnya pun tidak bosan mendengarnya.
12. Al- Quran dinukilkan dengan lafaz-lafaz yang diturunkan. Jibril menyampaikannya dengan lafaz dan nazham-nya. Rasul pun meneruskan kepada umat persis sebagaimana yang diterima dari Jibril.
13. Terdapat makna-makna yang berlainan di dalam sesuatu. Yakni di dalam sesuatu surat itu kita mendapatkan berbagai rupa masalah. Kemudian masalah-masalah itu kita temukan di dalam surat-surat lain.
14. Perbedaan ayat-ayatnya, ada yang panjang dan ada yang pendek, tidak mengeluarkan Al-Quran dari uslub-nya.
15. Walaupun kitga sering sekali membacanya, namun kita tidak dapat mencapai kephasahannya, karena Al-Quran itu di luar tabi’at manusia.
16. Al-Quran mudah dihapal oleh segala lidah.
17. Al-Quran itu lebih tinggi dari segala martabat pembicaraan. Martabat pembicara terbagi menjadi tiga:
a) Mantsur yang dapat dibuat oleh segenap manusia.
b) Syi’ir yang hanya dapat disusun oleh sebagian manusia.
c) Al-Quran melampaui  kedua martabat itu. Maratabatnya tidak sanggup dicapai oleh golongan a dan b.
18. Tambahan yang disisipkan atau pengubahan lafaz-lafaznya dapat diketahui.
19. Tidak ada umat yang sanggup menentang Al-Quran.
20. Allah memalingkan manusia dari menentangnya.





B. Tujuan I’jazil Quran
Ada beberapa tujuan dari I’jazil Quran antara lain sebagai berikut:
1. Membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi atau Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi Al-Qur’an kepada mereka yang ingkar.
2. Membuktikan bahwa kitab Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad SAW. Sebab seandainya Al-Qur’an itu buat Nabi Muhammad yang seorang ummi (tidak pandai menulis dan membaca), tentu pujangga-pujangga Arab yang profesional, di mana mereka tidak hanya pandai menulis dan membaca tetapi juga ahli dalam sastra, gramatikal bahasa arab, dan balaghahnya akan bisa membuat seperti Al-Qur’an, sehingga jelaslah bahwa Al-Qur’an itu bukan buatan manusia
3. Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasan manusia,karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mempu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti Al-Qur’an,yang telah ditantangkan kepada mereka dalamberbagai tingkat dan bagian Al-Qur’an.
4. Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya





C. Sejarah I’jazil Quran
Ada ulama yang berpendapat, orang yang pertama kali menulis I’jazil Quran ialah Abu Ubaidah (wafat 208 H) dalam kitab Majazul Quran. Lalu disusul oleh Al-farra (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma’anil Quran. Kemudian disusul Ibnu Quthaibah yang mengarang kitab Ta’wilu Musykikil Qur’an. Pernyataan terebut dibantah Abdul Qohir Al-Jurjany dalam kitabnya Dalailul I’jaz, bahwa semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I’jazil Qur’an, melainkan sesuai dengan nama judul-judulnya itu.
Menurut Dr. Subhi Ash-sholeh dalam kitabnya Mabahis fi Ulumil Qur’an, bahwa orang yang pertama kali membicarakan ijazul Qur’an adalah imam Al-jahidh (wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur’an, hal ini seperti diisyaratkan dlam kitabnya yang lain, Al Hayyam. Lalu disusul muhammad bin Zaid Al-wasithy (wafat 306 H) dalam kitab I’jazul Qur’an yang banyak mengutip isi kitab Al-jahidh tersebut di atas. Kmudian dilanjutkan Imam Arrumany (wafat 384 H). Dalam kitab Al-i’jaz yang isinya mengupas segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an. Lalu disusul oleh Al-Qadhy Abu bakar Al-baqillany (wafat 403 H) dalam kitab I’jazul Qur’an , yang isinya mengupas segi-segi kebhalagahan Al-Quran, di samping segi-segi kemukjizatanya. Kitab ini sangat populer. Kemudian disusul Abdul Qohir Al-jurjany (wafat 471 H) dalam kitab Dala’alul i’jaz dan Asrarul Balaghah.
Para pujangga modern seperti Musthofa Shodiq Ar-Rofi’y menulis tentang ilmu ini dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan Sayyid Quthub dalam buku At-tashwirul fanni fil qur’an dan At-ta’birul fanni fil Qur’an




D. Macam-macam I’jazil Quran
Menurut Syahrur I’jazil atau mukjizat dapat diklarifikasi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Mukjizat Material Indrawi (Hissiyah)
Artinya Mukjizat yang tidak kekal. Maksudnya mukjizat jenis ini hanya berlaku pada Nabi selain Nabi Muhammad SAW dan juga mukjizat ini hanya berlaku untuk jaman tertentu, kapan mukjizat itu di turunkan. Oleh karena itu wajar kalau sifat mukjizat tersebut tidak kekal. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat Nabi Musa AS dapat membelah lautan, mukjizat Nabi Daud AS dapat melunakkan besi, mukjizat Nabi Isa AS dapat menghidupkan orang mati, mukjizat Nabi Ibrahim AS tidak hangus oleh api saat dibakar dan mukjizat mukjizaat Nabi lainnya.
2. Mukjizat Immaterial
Artinya Mukjizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman. Mukjizat tersebut adalah Al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur, karena Muhammad (sebagai penerima mukjizat ini) nabi terakhir, sehingga mukjizatnya harus memiliki sifat abadi dan berlaku sampai dunia ini hancur. Secara lebih gambling , Syahrur membedakan mukjizat Nabi Muhammad dengan Nabi-nabi sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian Muhammad yang berupa Al-Quran dan al- sab’ul al-matsani mendahului pengetahuan inderawi, yang disebut sebagai takwil langsung, yaitu kesesuaian antara teks pengetahuan terhadap hal inderawi. Kedua, Al-Quran memuat hakekat wujud mutlak yang dapat dipahami secara relative, sesuai dengan latar belakang pengetahuan, pada masa yang di dalamnya usaha pemahaman Al-Quran dilakukan. Ketiga, kemukjizatan Al-Quran bukan hanya bentuk redaksinya saja, tapi juga kandungannya.


Dalam sebuah buku yang berjudul “Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”, macam-macam  I’jaz Al-Quran yang terungkap antara lain: I’jaz Ilmi, I’jaz Lughawi (keindahan redaksi Al-Quran), I’jaz Thibby (kedokteran), I’jaz Falaky (astronomi), I’jaz Adady (jumlah), I’jaz I’lami (informasi), I’jaz Thabi’i (fisika) dan lain sebagainya.
Karena banyaknya berbagai macam I’jaz Al-Quran, maka dalam hal ini akan di uraikan beberapa bagian dari macam-macam I’jaz Al-Quran yang di sebut dalam buku “Al- I’jazal Qur’any fi wujuhil Muktasyifah”, antara lain:
1. I’jaz Balaghy (Berita Tentang Hal-hal yang Ghaib)
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al-Quran adalah berita ghaib, contohnya adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa AS, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus: 92
Artinya: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” (QS. Yunus: 92) 
2. I’jaz Lughawy (Keindahan Redaksi Al-Quran)
Menurut Shibab memandang segi-segi kemukjizatan Al-Quran dalam 3 aspek, diantaranya aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. Dalam Al-Quran dijumpai sekian banyak contoh keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang digunakan, yaitu: Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnya.



3. I’jaz ‘Ilmi
Di dalam Al-Quran, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, diantaranya ilmu falak, ilmu hewan. Semua itu menimbulkan rasa takjub. Beginilah I’jaz Al-Quran ‘Ilmi itu betul betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan.
Menurut Quraish Shibab, banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran, misalnya: Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaimana diijelaskan dalam Al-Quran surat Yunus ayat 5.
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am: 125)
4. I’jaz Tasyri’i
Al-Quran menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
Artinnya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(QS.Ali-Imran:159)
Di dalam pemerintahan Islam, Tasyri’i tidak boleh ditingalkan. Al-Quran telah menetapkan bila keluar dari Tasyri’ Islam itu hukumnya kafir, dzalim, dan fasik . Firman Allah  SWT:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)
Al-Quran menetapkan perkara yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan harta benda. Di atas lima perkara ini disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist. Ini dapat dilihat dalam fiqih Islam, yaitu yang bersangkutan dengan jinayat dan huduud.
5. I’jaz ‘Adady (Jumlah)
I’jaz ‘Adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Quran. Seperti dikatakan “sa’ah” disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain itu Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada tujuh.
Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula dalam surat Al-Baqarah: 29, surat Al-Isra’: 44, surat Al- Mukminun: 86, surat Fushshilat: 12, surat Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3, dan surat Nuh: 15.
Apabila kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518. Jumlah ini sama dengan penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.


E. Unsur-unsur Mukjizat
M. Quraish Shibab dalam tulisan Rosihan menjelaskan empat unsur mukjizat, yaitu:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun menakjubkan tidak bisa dinamakan mukjizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.
2. Terjadinya atau dipaparkan oleh seorang Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang calon Nabi tidak bisa dikatakan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mukjizat terkait erat dengan tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang terkait dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat.
4. Tantangan tersebut tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap orang-orang yang meragukan atau  mengingkari kenabian dan mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau dikalahkan maka tantangan tersebut bukan lah bentuk mukjizat.
Keempat unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka peristiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk memahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya Al-Quran.



F. SEGI-SEGI I’JAZIL QURAN
Kemukjizatan Al-Quran bisa dilihat dari berbagai segi atau aspek diantaranya sebagai berikut:
1. Mukjizat Al-Quran dari Segi Bahasa dan Redaksinya
Allah tentu mempunyai maksud tersendiri mengapa Al-Quran diturunkan dalam bahas arab yang jelas dan terang kepada  Nabi Muhammad SAW, tidak menggunakan bahasa Indonesia, bahasa inggris dan lain sebagainya. Hal tersebut dikarenakan bahasa arab mempunyai banyak keistimewaan, yaitu sebagai berikut :
a) Bahasa Arab umumnya mempunyai akar kata tiga huruf mati seperti qâla dari qaf-waw-lam, kalâm dari kaf-lam-mim, dan kitâb dari kaf- ta’- ba’.
b) Bunyi sangat menentukan dalam bahasa Arab.
c) Bahasa Arab adalah bahasa yang kaya kosa kata dan sinonimnya.
d) Bahasa Arab juga memiliki tata bahasa yang rinci dan detail.
Mukjizat Al-Quran dari segi bahasa dapat dilihat dari susunan kata dan kalimatnya, ketelitian dan keseimbangan redaksinya. Dalam hal susunan kata dan kalimatnya dapat dilihat dari beberapa aspek berikut ini:
a. Nada dan langgam Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran bukanlah syair atau puisi tetapi kalau kita dengar akan nampak keunikan dalam irama dan ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata-kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya.



b. Singkat dan padat
Dalam Al-Qur’an banyak kita jumpai ayat-ayat nya singkat tetapi padat artinya, sehingga menyababkan berbagai macam pemahaman dari setiap mereka yang membacanya. Contohnya Surat Al-Baqarah ayat 212:
... وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya : “...Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.”(QS. Al-Baqarah: 212)
Ayat ini dapat mencakup makna :
1) Allah berhak memberikan rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa berhak dipertanyakan.
2) Allah bisa saja memberikan rezki kepada siapa saja tanpa memperhitungkannya.
3) Allah memberi rezki kepada seseorang tanpa diduga-duga oleh yang bersangkutan.
4) Allah bisa saja memberi rezki kepada seseorang  tanpa menghitung detail amalnya.
5) Allah bisa saja memberi rezki kepada seseorang dengan jumlah yang banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya.
c. Memuaskan akal dan jiwa
Bagi orang awam, ayat Al-Quran mungkin terasa biasa, tetapi bagi para filosof dengan ayat yang sama akan melahirkan pemahaman yang luar biasa. Contoh Surah Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Perintah ayat di atas adalah bukan “Tuhan mewajibkan atas kamu berpuasa” tetapi “diwajibkan atas kamu berpuasa”. Ini untuk mengisyaratkan bahwa manusia sendiri yang kena mewajibkan pada dirinya untuk berpuasa jika ia mengetahui betapa besar manfaat yang ia dapatkan dari ibadah puasa.
d. Keindahan dan ketepatan maknanya
Untuk memahami hal ini, terdapat dua contoh ayat Al-Quran dalam surat Az-Zumar : 71 dan 73 :
        (۷۱)…وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا
Artinya : “Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-
rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya.”
 (۷۳)…وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا
Artinya”Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka.”
Dalam ayat yang disebutkan di atas, telihat perbedaan yaitu, pada ayat yang berbicara tentang penghuni surga terdapat kata فُتِحَتْ sedangkan, pada ayat yang berbicara tentang penghuni neraka terdapat kata yang sama namun tidak menggunakan huruf waw. Huruf waw memiliki peran penting sehingga makna yang dapat kita pahami adalah jika anda menghantarkan seorang penjahat kepintu tahanan, maka pintu tersebut baru terbuka ketika diketuk dari luar. Berbeda dengan jika anda menghantarkan seseorang yang ditunggu kehadirannya, maka untuk menghormati orang yang anda hantarkan tersebut, pintu gerbang telah terbuka lebar baginya.
e. Keseimbangan redaksi Al-Quran
Di antara keseimbangan redaksi Al-Quran adalah  :
1) Kesimbangan antara jumlah bilangan kata dengan anonimnya. Misalnya :
a) الحياة (kehidupan) dan  الموت (kematian) masing-masing sebanyak 
145 kali.
b) الصالحات (kebajikan) dan السيئات (keburukan) masing-masing 167 kali.
c) الكفر  (kekufuran) dan الإيمان  (iman) masing-masing 17 kali.

2) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya.Misalnya :
a) القرآن dan  الوحي    masing-masing 70 kali.
b) الجهر dan    العلانية     masing-masing 16 kali.
c) العجب dan   الغرور     masing-masing 27 kali.
2. Mukjizat Al-Quran dari Segi Sejarah
Isi dari kitab suci Al-Qur’an sangatlah lengkap, bahkan kejadian masa lalu yang pada saat itu manusia belum diciptakan telah ada dalamnya. Al-Quran bercerita tentang awal mula penciptaan Adam, kemudian penciptaan Hawa sebagai pasangan Adam, yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Selanjutnya Al-Quran menceritakan bagaimana Adam dan Hawa terusir dari surga, dan kisah kedua putranya yaitu Qabil dan Habil .
Selain itu Allah SWT menceritakan kisah-kisah nabi terdahulu dan umatnya seperti kisah Nabi Nuh AS dan kaumnya yang ditenggelamkan dalam banjir bandang yang begitu besar, tiada satupun yang selamat kecuali para pengikut setia Nabi Nuh AS .
Dalam Al-Quran, Allah juga menceritakan kisah-kisah teladan seperti kisah Aisyah istri Firaun, Luqmanul Hakim, Ashabul Kahfi, Iskandar Dzurqornain dan tokoh yang baik lainnya maupun kisah yang jahat seperti Namrud, Firaun, Qorun, Abu Lahab, dan lainnya agar menjadi pelajaran bagi semua umat manusia .
Semua kisah yang ada dalam Al-Quran tersebut adalah fakta bukan rekaan semata, walaupun sampai saat ini belum semuanya terbukti secara empiris.
3. Mukjizat Al-Quran dari Segi Ilmu Pengetahuan
Segi lain dari kemu’jizatan Al-Quran, adalah isyarat-isyarat yang rumit terhadap sebagian ilmu pengetehuan alam yang pada masa itu belum ada yang memenukannya, namun banyak sekali ilmu pengetahuan yang ada dalam Al-Quran tersebut dapat dibuktikan pada abad modern ini, diantaranya sebagai berikut:
a. Penyerbukan dengan bantuan angin
Ilmu yang bekembang pada saat ini membuktikan bahwa angin dapat membantu penyerbukan tumbuh-tumbuhan. Angin meniupkan benang sari sehingga dapat jatuh dikepala putik dan terjadi penyerbukan .
Penyerbukan dengan bantuan angin ini telah disebut dalam Al-Quran Surat Al-Hijr ayat 22 yang berbunyi:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
Artinya: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”
b. Asal kejadian alam semesta
Seorang ahli astronomi yang bernama Jean mengatakan bahwa alam semesta ini berasal dari gas-gas yang berserakan secara teratur di alam yang luas, sedangkan bumi ini tercipta dari gas-gas tersebut yang memadat . Pendapat  Jean tersebut sesuai dengan Firman Allah Surat Al-Fushshilat ayat 11 yaitu:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.


0 Response to "I'jaz Al Qur'an"