Manusia, dalam kehidupannya yang pertama dan sementara
di dunia ini, menyerupai gelembung di samudra materi. Setiap kegiatannya dalam
arus keberadaannya bergantung kepada samudra materi yang luas itu, dan ia harus
berurusan dengan materi. Indera lahir dan batinnya sibuk dengan materi, dan
pikirannya hanya mengikuti pengetahuan inderawinya. Makan dan minum, duduk dan
berdiri, berbicara dan mendengarkan, pergi dan datang, bergerak dan diam, dan
semua perbuatan serta pekerjaan yang dilakukan manusia, berkenaan dengan
materi, dan dia tidak memiliki pikiran lain.
Aktivitas spiritual manusia, seperti cinta,
permusuhan, citacita, derajat yang tinggi dan lain-lain, sebagian besar digambarkannya
dalam bentuk materi, seperti menyamakan manisnya kemenangan dengan manisnya
gula, daya tarik persahabatan dengan daya tarik magnit, tingginya cita-cita
dengan tingginya tempat atau bintang di langit, besar dan tingginya kedudukan
dengan besarnya gunung, dan lain-lain. Di samping itu, kemampuan manusia untuk
mengetahui hal-hal spiritual, yang wilayahnya lebih luas daripada wilayah
materi, berbeda-beda dan bertingkat-tingkat. Sebagian ada yang sulit mengetahui
hal-hal spiritual, dan sebagian lagi ada yang dengan mudah dapat mengetahui
hal-hal spiritual yang paling luas. Semakin mampu mengetahui hal-hal spiritual,
semakin sedikit keterkaitan manusia kepada materi dan pesonanya. Semakin
sedikit keterkaitannya kepada materi, semakin bertambah pengetahuannya tentang
hal-hal spiritual. Hal ini berarti bahwa setiap manusia, berdasarkan fitrahnya,
memiliki kemampuan untuk mengetahui ini. Dan seandainya manusia tidak meniadakan
kemampuan ini, maka ia dapat dididik dan dikembangkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang
diketahui oleh manusia yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi, tidak
dapat dikemukakan kepada manusia yang masih memiiliki tingkat pemahaman yang
rendah. Seandainya kita berusaha mengemukakannya, maka
reaksinya akan bertentangan, khususnya dalam hal-hal spiritual yang lebih
penting daripada halhal materiil yang dapat diindera. Apabila hal-hal
spiritual itu dikemukakan secara apa adanya kepada orang-orang awam, maka
mereka akan memberikan kesimpulan yang bertentangan dengan kesimpulan yang
benar dan diharapkan.
Tidak ada salahnya di sini bila kami memberikan contoh
berupa suatu agama dan dualisme. Jika Upanisyad-Upanisyad Weda India,
direnungkan secara mendalam dan ditelaah bagian-bagian tertentunya dengan
bantuan bagian-bagian lainnya, maka akan diketahui bahwa kitab suci itu menuju
kepada tauhid. Akan tetapi sayangnya, tujuan itu dikemukakan secara langsung
dan tidak menurut tingkat pemikiran orang-orang awam, sehingga akibatnya
orang-orang Hindu yang lemah akalnya berkecenderungan untuk menyembah
bermacam-macam berhala. Karena itu, rahasia-rahasia metafisikal harus
dikemukakan secara tertutup atau terselubung kepada orang-orang yang bersikap
materialistik.
Dalam agama-agama lain, sebagian orang teralang dari
banyak hak keagamaan, seperti kaum wanita
dalam Hindu Brahma, yahudi dan Kristen, sedangkan dalam agama Islam
kasus seperti di atas tidak ada. Hak-hak keagamaan dalam Islam adalah untuk
semua, bukan milik suatu kelompok tertentu, sehingga tidak ada perbedaan antara
kaum awam dan kaum khusus, pria dan wanita, dan antara yang berkulit hitam dan
yang berkulit putih. Semuanya sama dalam pandangan Islam dan tak seorang pun
mempunyai kelebihan atas yang lain. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang
yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan." (QS 3:195)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami meneiptakan kamu
dari seorang laki-laki dan perempuan. Dan Kami menjadakan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling berkenalan. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. " (QS 49:13)
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kami katakan bahwa
Al-Quran Suci memandang semua manusia bisa diajar, sehingga ia menggelarkan
ajaran-ajarannya kepada semua manusia, makhluk yang mampu berjalan menuju
kesempurnaan.
Mengingat terdapat perbedaan besar dalam memahami
hal-hal spiritual, dan mengingat bahaya yang mungkin terjadi ketika
ajaran-ajaran yang tinggi disampaikan, seperti telah kami sebutkan tadi, Al-Quran
mengemukakan ajaran-ajarannya dengan penyampaian sederhana yang sesuai untuk
kebanyakan orang, dan ia berbicara dengan menggunakan bahasa yang dapat mereka
pahami.
Cara seperti ini menyebabkan pengetahuan-pengetahuan
yang tinggi terjelaskan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh orang
kebanyakan. Dalam cara ini arti lahir kata-kata berfungsi menyampaikan hal-hal
dalam bentuk yang dapat dimengerti. Dan hal-hal spiritual
- yang tetap berada di balik tirai arti-arti lahir - akan menunjukkan diri
menurut pemahaman mereka. Setiap orang akan mengetahui arti-arti itu menurut
kadar kemampuan akalnya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam
bahasa Arab supaya kamu memahaminya. Al-Quran itu ada dalam Ummul Kitab di sisi
Kami, benar-benar tinggi nilainya dan amat banyak mengandung hikmah. " (QS 43:3-4)
'Benar-benar tinggi nilainya' berarti bahwa ia tak
terjangkau oleh manusia, dan 'mengandung hikmah' berarti bahwa akal manusia tak
dapat menembusnya. Untuk memberikan perumpamaan tentang kebenaran, kepalsuan
dan kemampuan akal, Allah berfirman:
"Allah telah menurunkan air hujan dari langit,
kemudian mengalirkan air di lembah-lembah menurut ukurannya. " (QS 13: 17)
Dan Rasulullah s.a.w. bersabda dalam sebuah hadis yang
terkenal: \
Hasil lain dari cara ini ialah bahwa arti-arti lahir
Al-Quran itu adalah seperti lambang dari arti-arti batin. Yakni, dalam hal
ajaranajaran Allah yang berada di luar pemahaman orang kebanyakan ada
bentuk-bentuk perumpaannya, sehingga ajaran-ajaran itu bisa dimengerti oleh
orang kebanyakan. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada
manusia dalam Al-Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tetapi kebanyakan
manusia mengingkarinya. " (QS 17:89)
"Itulah perumpamaan perumpamaan yang Kami buat
bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu." (QS 29:43)
Di dalam Al-Quran terdapat banyak perumpamaan, tetapi
ayat-ayat di atas dan ayat-ayat lain yang berkaitan dengan masalah ini adalah
mutlak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa seluruh ayat ini merupakan
perumpamaan-perumpamaan tentang pengetahuan-pengetahuan tinggi yang merupakan
maksud sejati Al-Quran.
0 Response to "MEMAHAMI RAHASIA AL-QURAN Mengapa AI-Quran Berbicara dengan Gaya Lahir dan Batin"
Posting Komentar