BAB I
PENDAHULUAN
Bagi orang-orang yang bertakwa,
Alquran memang kitab suci yang tak diragukan otentisitas dan kebenaran pesan
yang dikandungnya. Ia menjadi petunjuk (huda) bagi orang-orang yang
bertakwa dalam menjalani hidup ini. Namun bagi orang-orang yang tidak bertakwa,
Alquran bisa jadi diragukan kebenaran dan keasliannya. Hal inilah yang terjadi
pada sebagian orang Islam yang tergoda dengan para orientalis. Mereka
teracuni pemikiran-pemikiran para orientalis yang meragukan kebenaran Alquran.
Keraguan-keraguan tersebut akhirnya menggerogoti keimanan. Pada gilirannya,
mereka pun tak lagi meyakini Alquran sebagai kitab suci dari Allah yang pasti
benar. Mereka bahkan menganggap Alquran hanya sebagai naskah kitab suci
biasanya yang bisa dikritik dan diragukan kebenarannya.
Dalam
makalah ini, pemakalah ingin memaparkan sedikit penafsiran dari ayat-ayat Allah
tentang Takwa dalam perspektif al-Qur’an dari segi pengertian takwa serta
ciri-ciri oarbg bertakwa serta balasannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat-Ayat Tentang Takwa di dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang membahas
tentang orang-orang yang bertakwa dan
tersebar dalam beberapa surat. Di antaranya adalah Q.s surat al-Baqarah: 21,
al-Baqarah: 41, al-A’raf: 128, al- Anbiya’: 48 dan lain-lain. Namun dalam
penulisan makalah ini, penulis akan membahas mengenai ayat takwa di dalam
Al-Qur’an secara khusus yaitu Q.s al-Baqarah: 2-5 dan 197, al-A’raf: 96 dan
Ali-‘imran: 133.
1.
Al-Baqarah
ayat 2-5
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w
|=÷u
¡
ÏmÏù
¡
Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ tûïÏ%©!$#
tbqãZÏB÷sã
Í=øtóø9$$Î/
tbqãKÉ)ãur
no4qn=¢Á9$#
$®ÿÊEur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur
tbqãZÏB÷sã
!$oÿÏ3
tAÌRé&
y7øs9Î)
!$tBur
tAÌRé&
`ÏB
y7Î=ö7s%
ÍotÅzFy$$Î/ur
ö/ãf
tbqãZÏ%qã
ÇÍÈ y7Í´¯»s9'ré&
4n?tã
Wèd
`ÏiB
öNÎgÎn/§
(
y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd
cqßsÎ=øÿßJø9$#
ÇÎÈ
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang ghaibyang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang
telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu[,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. mereka Itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntun.
2.
Al-Baqarah 197
kptø:$#
Ößgô©r&
×M»tBqè=÷è¨B
4
`yJsù
uÚtsù
ÆÎgÏù
¢kptø:$#
xsù
y]sùu
wur
XqÝ¡èù
wur
tA#yÅ_
Îû
Ædkysø9$#
3
$tBur
(#qè=yèøÿs?
ô`ÏB
9öyz
çmôJn=÷èt
ª!$#
3
(#rߨrts?ur
cÎ*sù
uöyz
Ï#¨9$#
3uqø)G9$#
4
Èbqà)¨?$#ur
Í<'ré'¯»t
É=»t6ø9F{$#
ÇÊÒÐÈ
Artinya: (Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats berbuat Fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal.
3.
Al-A’raf Ayat 96
öqs9ur
¨br&
@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍkön=tã ;M»x.tt/
z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur
(#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù
$yJÎ/ (#qçR$2 tbqç7Å¡õ3t
ÇÒÏÈ
Artinya: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.
4.
Al-Imran Ayat 133
* (#þqããÍ$yur 4n<Î)
;otÏÿøótB
`ÏiB
öNà6În/§ >p¨Yy_ur
$ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé&
tûüÉ)GßJù=Ï9
ÇÊÌÌÈ
Artinya: Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
B. Makna Mufradat
Dari 4 ayat diatas terdapat beberapa kalimat yang perlu
dijelaskan makna mufradatnya, diantaranya adalah:
a.
Al-Baqarah 2-5
1. y Ü=»tGÅ6ø9$# 7Ï9ºs itulah alkitab. Ayat ini
menggunakan isyarat jauh untuk menunjuk al-Qur’an. Ditempat lain, semua ayat
yang menunjukan kepada Firman-firman Allah dengan nama Al-Qur’an bukan
al-kitab. Penggunaan isyarat jauh ini bertujuan member kesan bahwa kitab suci
ini berada dalam kedudukan yang amat tinggi, dan sangat jauh dari jangkauan
makhluk, karena dia bersumber dari Allah yang maha tinggi.[1]
2. =÷u yakni bukti-bukti rasional
dan emosional menyangkut kebenaran sumber dan kandungannya sedemikian jelas,
sehingga tidak wajar seorangpun ragu terhadapnya, ada yang membaca ayat ini
dengan berhenti sehingga memahami ayat ini sebagai larangan ragu jangan ragu
tentang kebenaran yang dikandungnya, jangan ragu mengamalkannya, ragu yang
ditunjuk oleh ayat ini bukan dalam arti Syakk, tetapi Syakk dan sangka buruk itulah yang
dimaksud dengan =÷u.[2]
3. Wèd mengandung makna bahwa
petunjuknya telah mencapai kesempurnaan sehingga dia tidak sekedar berfungsi
untuk memberi petunjuk, tetapi ia adalah perujudan dari petunjuk itu. Telah
dikemukakan bahwa kata hudan adalah bentuk kata jadian atau masdar. Bentuk ini
tidak mengandung informasi tentang waktu. Ia dapat berarti masa kini, atau
datang dan lampau, berbeda dengan bentuk mudhari atau madhi. Atas dasar ini
maka petunjuk al-Qur’an kepada manusia dapat dipahami dalam arti kitab suci itu
kini sedang member petunjuk kepada orang-orang yang bertakwa yang hidup pada
masa kehadiran Al-qur’an.[3]
4. `É)FßJù=Ïj9 artinya menghindar. Orang
bertakwa adalah orang yang menghindar. Yang dimaksud oleh ayat ini mencakup 3
tingkat penghindaran:
a.
Menghindar dari kekufuran dengan jalan beriman kepada Allah
b.
Berupaya menjalankan perintah Allah sepanjang kemampuan
yang dimiliki dan menjauhi larangannya
c.
Dan yang tertinggi adalah menghindar dari segala aktifitas
yang menjauhkan fikiran kepada Allah Swt.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan orang yang bertakwa
adalah yang mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima petunjuk atau yang telah
mendapatkannya, tetapi masih mengharapkan kelebihan, karena petunjuk Allah
tidak terbatas.
Menurut sayyid Quthub memperoleh kesan dari penyipatan
al_qur’an dengan ¡z`É)FßJù=Ïj9 Wèd antara lain bahwa: siapa
yang ingin mendapatkan hidayah al-qur’an maka hendaklah ia datang menemuinya
dengan hati yang bersih lagi tulus. Ia harus datang kepadanya dengan hati yang
takut lagi bertakwa yang berupaya menghindari siksa Illahi, berhati-hati
sehingga ia tidak berada dalam kesesatan atau dipengaruhi olehnya. Nah ketika
itulah akan terbuka rahasia dan cahaya Al-qur’an tercurah kedalam hati yang
datang dengan sifat dan keadaan yang dilukiskan di atas.[4]
5. =øtóø adalah sesuatu yang tidak
diketahui hakikatnya tidak dapat melihat atau merabanya, dan ia di informasikan
oleh al-Qur’an dan sunah, maka ia ghaib dan menjadi objek Iman. Jika demikain
apa yang diimani pastilah sesuatu yang bersifat Abstrak, tidak terlihat atau
terjangkau. Puncaknya adalah percaya kepada wujud dan keesaan Allah SWT. Serta
informasi-informasi dariNya. Itulah sebabnya ada yang memahami =øtó pada ayat diatas adalah
Allah Swt.[5]
6. t o4qn=¢Á9$#bqãKÉ)ãur n al-jalalain menjelaskan
kaalimat ini dengan melaksanakan hak-haknya, yakni dengan Khusu’ sesuai syarat,
rukun dan sunahnya, sebagai mana diajarkan rasulullah SAW.[6]
7. tbqà)ÏÿZã yakni mengeluarkan apa yang
dimiliki dengan tulus disetiap saat dan secara berkesinambungan yang wajib atau
yang sunah, untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan siapapun.
8. bqãZÏ%qã yakni yakin adalah
pengetahuan yang mantap tentang sesuatu dibarengi dengan tersingkirkan apa yang
mengeruhkan penetapan itu, baik yang berupa keraguan maupun dalih-dalih yang
dikemukakan lawan. Itu sebabnya pengetahuan Allah tidak dinamai mencapai
tingkat yakin, karena pengetahuan yang maha mengetahui itu sedemikian jelas,
sehingga tidak pernah sesaat atau sedikitpun disentuh oleh keraguan.[7]
b.
Al-Baqarah Ayat 197
Musim atau waktu haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
yaitu bulan-bulan Syawal, Zulqaidah, dan 9 zulhijjah, ditambah malam ke 10,
yakni malam hari lebaran idul adha. Ayat ini tidak menyebut kata musim atau
waktu dalam redaksi diatas, untuk itu untuk member kesan bahwa, bulan-bulan itu
sendiri memiliki kesucian pada dirinya dan akibat terlaksananya ibadah haji
ketika itu. Kesan ini pada gilirannya mengharuskan setiap orang, baik yang
melaksanakan haji maupun yang tidak untuk menghormatinya dan memelihara
kesucianya dengan menghindari bukan hanya peperangan tapi juga segala macam
dosa.[8]
1. رفث yakni bersetubuh dan atau bercumbu dan juga tidak berbuat XqÝ¡èù yakni ucapan dan perbuatan
yang melanggar norma-norma susila dan agama. Tidak juga A#yÅ_ yakni pembantah yang dapat
mengakibatkan permusuhan, perselisihan dan perpecahan.[9]
2. É=»t6ø9F{$# Í<'ré'¯»t yakni mereka yang memiliki
akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit” yakni ide yang dapat
melahirkan kerancauan dalam berfikir. =»t6ø9F{$# Í<'ré'¯»t adalah mereka yang tidak
lagi terbelenggu oleh nafsu kebinatangan atau dikuasai oleh ajakan unsur debu
tanahnya. Agaknya, penutup ayat ini ditunjukkan kepada mereka untuk
mengisyaratkan bahwa para jamaah haji yang melaksanakan tuntunan dan tuntutan
di atas wajar untuk menyandang sifat tersebut.
3. rߨrts?ur yaitu
yang akan menyampaikan kamu ke tujuan perjalananmu
4. ª!$# môJn=÷èt yang akan membalas kebaikan
itu, ayat ini diturunkan kepada pendudukan yaman yang pergi naik haji tanpa
membawa bekal, sehingga mereka menjadi bebabn buat orang lain.
c.
Al-A’raf ayat 96
1.
qs9 digunakan
dalam arti perandaian terhadap sesuatu yang mustahil atau tidak mungkin lagi
akan terjadi. Ini berbeda dengan kata اذا )apabila), yang digunakan untuk menggambarkan
perandaian bagi Sesuatu yang diduga keras akan terjadi. Penggunakan kata Lau
disini menunjukan bahwa melimpahnya keberkatan untuk penduduk negeri-negeri
yang durhaka itu adalah sesuatu yang mustahil. Kendati demikian, ayat ini juga
dapat dipahami sebagai mengisyaratkan salah satu sunah Allah yang lain, yaitu
Allah akan melimpahkan aneka anugerah dan keberkatan kepada penduduk negeri
yang beriman dan bertakwa. Sejarah islam menunjukan bahwa penduduk mekkah yang
durhaka kepada Allah mengalami masa-masa sulit selama 7 tahun, sedangkan
penduduk madinah hidup aman dan sejahtera dibawah bimbingan Rasulullah SAW.[10]
Said Quthub berkomentar tentang ayat ini dan
sebelumnya bahwa dihadapan teks itu kita berhenti menghadapi salah satu hakikat
keagamaan, sekaligus merupakan hakikat kehidup umat manusia, dan hakikat alam
raya. Thaba’thaba’I ketika menafsirkan ayat antar lain menulis bahwa alam raya
dengan segala bagiannya yang rinci, saling berkaitan antara satu dengan yang
lain, bagaikan satu badan dalam keterkaitannya, pada rasa sakit atau sehatnya
juga dalam pelaksanaan kegiatan dan kewajibannya.
2.
Kata فتحنا yang diterjemahkan dengan kami
limpahkan, yang terambil kata فتح
yang bermakna membuka. Kata ini pada hakikatnya bermakna
menyingkirkan penghalang yang mencegas sesuatu untu masuk. Jika Allah turun
tangan menyingkirkan penghalang maka itu berarti pintu akan terbuka sangat
lebar dan ini mengantar melimpah dan masuknya segala macam kebajikan melalui
pintu itu.
3.
Kata بركات adalah bentuk jamak dari kata بركة yakni aneka kebajikan ruhani
dan jasmani. Kata ini bermakna sesuatu yang mantap juga berarti kebajikan yang
melimpah, dan beraneka ragam, serta bersinambung.
Teks ayat ini dan ayat yang lain berbicara
tentang keberkatan illahi, memberi kesan bahwa, keberkatan tersebut merupakan
curahan dari berbagai sumber dari langit dan bumi, melalui dari segala
penjurunya. Dari sini segala penambahan yang tidak terukur oleh indra dinamai
Berkah.[11]
Hakim bin Hizam r.a berkata “dari Nabi SAW
beliau bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama sebelum berpisah,.
Apa bila mereka jujur dan mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan
mendapat berkah dan jika mereka berbohong dan menutupi cacat barang akan
dihapuskan keberkahan jual beli mereka.[12]
d.
Al-Imran ayat 133
kata Ardhuha maksudnya adalah lebar surga, disini adalah
luasnya, dan luas yang dimaksud adalah perumpamaan. Ia tidak harus dipahami
dalam arti harfiahnya, dalam benak kita manusia tidak ada sesuatu yang dapat
menggambarkan keluasan, melebihi luasnya langit dan bumi, maka untuk
menggambarkan surge betapa luasnya surge, Allah memilih kata-kata “selebar
langit dan bumi/Ardhuhas samawatu wal-ardu, disisi lain, sedemikian luasnya
sehingga ketika mendengar lebarnya saja sudah demikian, maka bagaimana pula
panjangnya?
Perumpamaan yang diberikan
oleh al-Qur’an mengundang kaum muslimin agar tidak mempersempit surga dan
merasa atau menyarankan bahwa hanya diri dan kelompoknya saja akan memasuki
surgasedemikian luas., sehingga siapapun yang berserah diri kepadanya insya
Allah akan mendapat tempat yang luas disana.
B. Asbabun Nuzul
Dari kelima ayat tersebut
yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini telah diteliti dalam beberapa
kitab tafsir, maka hanya didapatkan 1 ayat yang mempunyai asbab An-nuzul yaitu
surah al-baqarah ayat 197
Menurut satu riwayat, apa
bila orang-orang yaman naik haji, tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan
tawakal kepada Allah. Maka turunlah … Wa tazawwadu Fa Inna Khairaz Zadit Taqwa
(berbekalah dan sesunggunya sebaik-baik bekal adalah takwa), maksud takwa
disini adalah memelihara diri dari perbuatan yang hina atau minta-minta selama
dalam perjalanan haji. Sebagian dari surah al-Baqarah ayat 197 (diriwayatkan
oleh Bukhar dan selainnya, yang bersumber dari ibnu abbas.
C. Konsep
Al-Qur’an Tentang Takwa
a.
Pengertian takwa
Menurut
bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari
siksaan Allah SWT, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya (Imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi).
Takwa
(taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara,
yakni menjaga diri agar selamat dunia dan akhirat. Kata Waqa juga bermakna
melindungi sesuatu, yakni melindunginya dari berbagai hal yang
membahayakan dan merugikan.[13]
Makna takwa adalah mengikuti
segala perintah dan menjauhi segala larangannya[14]
Orang-orang yang bertakwa ialah orang-orang yang memelihara
dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan
perintah-perintah Allah SWT dan menghentikan larangan-larangannya. Diantara
tanda-tanda orang-orang yang bertakwa yaitu beriman kepada yang gaib, termasuk
di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta
menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu, yang gaib ialah ssesuatu
yang tidak dapat dicapai oleh pancaindera. Pengetahuan tentang yang gaib itu
semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah Swt.[15]
Ibn
Abbas mendefinisikan takwa sebagai "takut berbuat syirik kepada Allah
dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya" (Tafsir Ibn Katsir). Ketika
Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan
paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah
takwa. Rasulullah Saw bersabda:
"Saya
wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah
pokok dari segala perkara." (Tanbihul Ghofilin, Abi
Laits As-Samarkindi)[16]
Lilmuttaqin (bagi mereka yang bertakwa),
yakni orang-orang yang beriman yag menjauhkan diri dari perbuatan syirik kepada
Allah dan selalu taat kepadaNya. Demikian keterangan Ibnu Abbas.[17]
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, bahwa mereka adalah
orang-orang yang takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah serta
menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah.
Ibnu Mu’taz dalam bait
Syairnya: tinggalkan semua dosa yang kecil maupun yang besar itulah takwa.[18]
Melihat pada Qs Al-Baqarah
Ayat 2-5 menjelahkan bahwa orang yang bertakwa adalah mereka yang percaya
kepada yang gaib, menegakkan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang
dianugerahkan tuhan kepada mereka. Yakin akan adanya hari kiamat.[19]
b. Ciri-ciri orang yang
bertakwa
Allah menjelaskan tentang
sifat orang yang bertawa. Allah menyifati mereka sebagai orang-orang yang
beriman kepada yang gaib (sesuatu yang tidak tanpak oleh mereka) berdasarkan
petunjuk yang telah diberitahukan Allah dan RasulNya. Mereka pasti lebih percaya
pada berita dari Allah dari pada apa yang mereka lihat atau yang mereka dengar.
Hal-hal gaib yang telah Allah dan RasulNya beritahukan itu banyak dan dapat
diketahui di dalam Al-Qur’an serta sunat Rasul.
Sebagian sifat orang yang
bertakwa adalah mendirikan shalat secara benar dan sempurna, sesuai dengan
syarat dan rukunnya, mereka juga melengkapi shalat dengan melakukan shalat
sunah, menafkahkan rizki yang diberikan Allah dengan alokasi yang tidak
berlebih-lebihan.[20] Orang-orang yang bertakwa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
beriman kepada yang gaib;
b.
mendirikan shalat; dan
c.
dan menyumbangkan sebagian rezekinya kepada orang-orang
yang berhak.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari
memberikan kriteria dalam kitab tafsir thabari sebagai berikut:
1.
Orang-orang
yang menginfakkan harta dalam kondisi yang menyenangkan serta juga dalam kondisi
yang menyengsarakan.
2.
Orang
yang bisa menahan amarahnya dan orang yang suka memberi maaf.
3.
Orang-orang
yang suka memberikan kenikmatan dan kemurahan tanpa pamrih
4.
Orang-orang
yang apabila melakukan perbuatan jelek atau mereka melakukan dosa, mereka
segera ingat diri, ingat janji dan ancaman Allah SWT.
Yang ghaib ialah sesuatu yang tak
dapat ditangkap oleh pancaindra. Percaya kepada yang gaib yaitu, meyakini
adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra, karena ada
dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat,
hari akhirat dan sebagainya.
Dalam sebuah ayat Q.s al-Baqarah: 4 dijelaskan
tûïÏ%©!$#ur tbqãZÏB÷sã !$oÿÏ3 tAÌRé&
y7øs9Î)
!$tBur
tAÌRé& `ÏB y7Î=ö7s% ÍotÅzFy$$Î/ur ö/ãf tbqãZÏ%qã ÇÍÈ
Artinya:
Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat.
Setelah ayat sebelumnya menyebutkan
tiga ciri orang yang bertakwa, ayat ini menyebutkan dua ciri berikutnya, yaitu
(4) meyakini Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab
yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil, dan semua
kitab lainnya; (5) dan meyakini kehidupan akhirat yang mengakhiri kehidupan
dunia atau mengakhiri penciptaan.[21]
c. Balasan Bagi Orang Yang
bertakwa Didunia
Ini
adalah janji Allah yang pasti tepat dan pasti ditunaikan-Nya. Ia tidak
terhingga nilainya yang tidak dapat diukur dengan mana-mana mata wang di dunia
ini. Di antara janji-janji Allah kepada mereka yang memiliki sifat taqwa ini ialah:
1. Terpimpin
Mereka
mendapat pimpinan daripada Allah. Ini jelas sekali melalui firman Allah: Maksudnya:
"Allah menjadi (Pemimpin) Pembela bagi orang-orang yang bertaqwa."
(Al Jasiyah: 19)
2.
Terlepas dari kesusahan
Mereka
dapat terlepas daripada kesusahan. Artinya mereka tidak mendapat susah atau
tidak ditimpa ujian tetapi selepas kesusahan dan ujian, mereka akan terselamat.
Walaupun ada pelbagai rintangan dalam ujian itu, ia sementara waktu sahaja.
Selepas itu Allah akan lepaskan dari ujian dan rintangan itu dengan menghadiahkan
pelbagai macam nikmat pula. Ini jelas dalam firman Allah:
Maksudnya: "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan lepaskan dia dari masalah hidup." (At Thalaq: 2)
Maksudnya: "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan lepaskan dia dari masalah hidup." (At Thalaq: 2)
3.
Rezeki
Di dunia lagi akan diberi rezeki
yang tidak tahu dari mana sumber datangnya. Diberi rezeki yang tidak terduga
dan dirancang. Ini jelas Firman Allah swt:
"Dan akan diberi rezeki
sekira-kira tidak diketahui dari mana sumbernya." (At Thalaq: 3)
Inilah jaminan daripada Allah SWT
bagi mereka yang bertaqwa. Siapa yang bertaqwa, rezekinya ada sekadar yang
perlu. Makan minumnya yang perlu tetap ada walaupun dia tidak berusaha.
Walaupun dia tidak ada kerja, tetap ada jaminan daripada Allah. Ini diakui
sendiri oleh Imam Ghazali, mungkin ianya dari pengalaman beliau sendiri. Imam Ghazali
pernah berkata: "Kalau sekalipun orang bertaqwa itu tidak ada kerja,
keperluan-keperluan nya tetap diperolehinya."
Waktu makan akan diberi makanan.
Jika patut dapat pakaian, akan diberi pakaian. Dia sendiri tidak tahu dari mana
sumbernya kerana ianya bukan daripada usaha dan cariannya sendiri. Dia dapat
rezeki bukan melalui sumber usahanya tetapi melalui sumber usaha orang lain.
Kalau taqwanya secara jemaah, maka rezeki itu diberi secara berjemaah.
Sekiranya taqwanya secara individu, maka secara individu jugalah pemberian
Allah itu.
4.
Kerja dipermudah
Kerja-kerja orang yang bertaqwa itu
dipermudahkan Allah:
"Barangsiapa yang bertaqwa
kepada Allah, dipermudahkan Allah segala urusannya." (At Thalaq: 4)
Allah memberi jaminan, kerja orang
yang bertaqwa itu dipermudahkan. Mungkin juga di samping mudah, hasilnya
banyak. Buat sedikit, hasilnya banyak. Jadi kalaulah kita buat kerja
berhempas-pulas, di samping hempas-pulas banyak pula rintangan, kemudian
hasilnya pula sedikit atau langsung tidak ada, itu menunjukkan kita belum
mempunyai sifat taqwa hinggakan Allah tidak membantu.[22]
Dia diberi berkat daripada langit
dan bumi. Berkat pada hartanya, pada kesihatan badannya, pada ilmunya, pada
anak-anak dan zuriatnya, pada isterinya, pada suaminya, pada sahabat handai dan
jiran, pada gurunya, berkat dakwahnya, berkat ajarannya, berkat pimpinannya dan
sebagainya. Ini jelas sekali dalam ayat:
Maksudnya: "Jikalau penduduk
sebuah kampung (atau sebuah negara) itu beriman dan bertaqwa, Tuhan akan
bukakan berkat daripada langit dan bumi." (Al Aíraf: 96
Berkat maknanya bertambah atau
subur. Apabila dikatakan hidupnya berkat, maknanya hidupnya penuh dengan
kemuliaan, ketenangan, kebahagiaan dan penuh dengan pahala. Hartanya berkat,
harta yang tidak putus-putus dapat disalurkan kepada kebaikan dan berpahala
walaupun dia bukan orang kaya. Ilmunya berkat, maknanya ilmu yang dimilikinya
itu dapat diamalkan, bertambah dan dapat dimanfaatkan kepada kebaikan serta
menambahkan pahala.
Badannya yang sihat yang dikatakan
berkat itu adalah badan yang dapat digunakan untuk kebaikan. Dengan kesihatan
badannya itu, digunakannya untuk jihad fisabilillah, untuk khidmat kepada
masyarakat dan dapat menambahkan pahalanya. Masanya berkat ialah masa yang
Allah untukkan padanya, dapat digunakan kepada kebaikan. Dia tidak buang masa
percuma dengan perkara yang melalaikan. Umurnya berkat, mungkin umurnya
bertambah. Kalaupun umurnya tidak bertambah, tetapi umur yang diberikan
kepadanya itu akan menambahkan pahala. Rezekinya berkat yakni rezeki yang tidak
putus-putus sekalipun tidak kaya, yang dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat
menambahkan pahala.
6.
Amalan diterima
Amal ibadah orang yang bertaqwa
diterima oleh Allah. Kalau begitu amal ibadah orang [yg sekadar] Islam tidak
diterima. Orang Islam [yg tidak bertaqwa] akan masuk Neraka dulu. Oleh yang
demikian, hanya amal ibadah orang yang bertaqwa sahaja yang diterima oleh
Allah. Ini dijelaskan oleh Allah:
"Sesungguhnya amal ibadah yang diterima
Allah ialah dari orang yang bertaqwa." (Al Maidah: 27)
Allah hanya menerima sembahyang
orang yang bertaqwa. Allah tidak akan terima sembahyang orang yang sekadar
Islam. Allah akan terima puasa orang bertaqwa. Allah akan terima perjuangan
orang yang bertaqwa. Allah tidak akan terima perjuangan orang yg sekadar Islam
sahaja tanpa taqwa. Allah akan terima haji orang yang bertaqwa. Allah tidak
akan terima haji orang Islam yg tak bertaqwa. Begitulah seterusnya berdasarkan
ayat di atas tadi.[23]
7.
Amalannya diperbaiki
Amalan orang yang bertaqwa itu
sentiasa dibaiki oleh Allah.
Sentiasa diperkemaskan oleh Allah daripada masa ke semasa. Ini jelas Allah mengingatkan kepada kita:
Sentiasa diperkemaskan oleh Allah daripada masa ke semasa. Ini jelas Allah mengingatkan kepada kita:
"Wahai mereka yang beriman
hendaklah kamu takut kepada Allah. Hendaklah kamu memperkatakan kata-kata yang
teguh; nescaya Allah akan membaiki amalan-amalan kamu..." (Al Ahzab:
70-71)
Jadi orang-orang yang bertaqwa
amalannya sentiasa dibaiki oleh Allah. Sembahyangnya sentiasa dibaiki Allah.
Begitu juga puasanya, bacaan Qurannya, wiridnya dan perjuangannya sentiasa
dibaiki. Apa sahaja bentuk kebaikan yang dibuatnya sentiasa dibaiki oleh Allah
dari masa ke semasa. Itulah jaminan Allah.
8.
Diampunkan
Dosanya diampunkan. Dalam ayat tadi
juga ada sambungannya:
"Wahai mereka yang beriman, hendaklah kamu takut kepada Allah. Hendaklah kamu memperkatakan kata-kata yang teguh; nescaya Allah akan membaiki amalan-amalan kamu dan akan mengampun bagimu dosa-dosa kamu." (Al Ahzab: 70-71)
"Wahai mereka yang beriman, hendaklah kamu takut kepada Allah. Hendaklah kamu memperkatakan kata-kata yang teguh; nescaya Allah akan membaiki amalan-amalan kamu dan akan mengampun bagimu dosa-dosa kamu." (Al Ahzab: 70-71)
9.
Dapat ilmu tanpa belajar
Diberi ilmu tanpa belajar. Yakni
diberi ilmu terus jatuh pada hati. Memanglah ilmu yang jatuh kepada hati, tidak
perlu proses belajar. Kalau ilmu yang jatuh pada akal, ia perlu melalui proses
belajar yakni membaca, mentelaah, kena berguru, kena bermuzakarah, kena
berfikir dan merenung. Barulah akan dapat ilmu itu. Sedangkan ilmu yang jatuh
pada hati, tidak diketahui sumbernya, tidak perlu berfikir, mentelaah dan tanpa
berguru. Ia terus terjatuh sahaja ke hati. Hati itu sebagai wadahnya. Jadi
orang yang bertaqwa ini diberi ilmu tanpa belajar. Ini jelas Allah
nyatakan dalam ayat Al Quran:
"Bertaqwalah kepada Allah
nescaya Allah akan mengajar kamu." (Al Baqarah: 282)
10. Terlepas dari tipu daya syaitan
Orang bertaqwa itu akan terlepas
dari tipu daya syaitan. Dalam Al Quran ada disebutkan tentang hal ini. Firman
Allah:
Maksudnya: "Sesungguhnya orang
yang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada
Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan mereka."
(Al A'raf: 201)
11. Terlepas dari tipu daya musuh
Orang bertaqwa juga lepas daripada
tipu daya musuh lahir sama ada orang kafir mahupun orang munafik. Firman Allah
swt:
"Jika kamu bersabar dan
bertaqwa, nescaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan."
(Ali Imran: 120)[24]
d.
Balasan orang bertakwa
di akhirat
Terhindar dari Neraka
Orang bertaqwa terhindar daripada
Neraka. Ertinya tentulah dia masuk Syurga sebab di Akhirat tidak ada tiga
tempat. Kalau terlepas daripada Neraka, bermakna ke Syurgalah dia. Firman Allah
Swt:
"Akan tetapi orang yang
bertaqwa kepada Tuhannya, bagi mereka Syurga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya." (Ali Imran: 198)
"Sesungguhnya orang yang
bertaqwa itu berada dalam Syurga dan (di dalamnya mengalir) mata air. (Dikatakan
kepada mereka): Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman." (Al
Hijr: 45-46)
"Itulah Syurga yang akan Kami
wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertaqwa." (Maryam: 63)
Inilah di antara
keuntungan-keuntungan atau bonus yang diperolehi oleh orang yang bertaqwa. Kesemua
itu tidak dapat dinilai dengan mata uang dunia kerna terlalu tinggi nilainya.
Ia didapatkan hasil daripada membersihkan hati, mujahadah bersungguh-sungguh
membuang sifat-sifat mazmumah dan menyuburkan sifat mahmudah serta mengamalkan
syariat yang lahir dan batin.[25]
e.
Balasan Bagi orang Yang tidak bertakwa
Allah telah menjanjikan kebahagiaan di
akhirat bagi orang-orang yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah
juga mengancam kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang tidak sudi
mengikuti aturan dan larangan-Nya. Tentang golongan kafir, Rasyid Ridha dalam Tafsir
al-Manar mengklasifikasikan menjadi tiga macam.
Pertama, orang yang mengetahui kebenaran namun
ia dengan sengaja mengingkarinya. Jumlah orang kafir inilah yang paling
sedikit.
Kedua, orang yang
tidak mengetahui kebenaran, namun tidak ingin mengetahuinya dan tidak suka
untuk mengetahuinya. Mereka bersikap masa bodoh dan tidak peduli dengan
kebenaran.
Ketiga, orang yang telah sakit jiwa dan
hatinya. Ia tidak merasakan nikmatnya kebenaran. Tak ada ketertarikan di dalam
hati mereka untuk menemukan kebenaran. Hati dan jiwa mereka telah dipenuhi
dengan keinginan-keinginan duniawi dan kenikmatan jasmaniah semata. Akal dan
pikiran mereka dicurahkan untuk memperoleh keuntungan material saja. Ketiga
macam orang kafir seperti itulah yang hasilnya sama saja. Diberi dakwah atau
tidak, mereka tetap tak beriman.[26]
Balasan bagi orang yang tidak bertakwa
di dunia tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup dalam kebahagian selalu
diliputi kecemasan dan konflik yang datang dengan secara tiba-tiba karena Allah
telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, maksudnya Allah telah mengunci
mati dan tidak dibuka, sehingga keimanan dan kebaikan tidak akan sampai kepadanya.
Allah telah menjelaskan kepada mereka bahwa di akhirat
terdapat siksa yang pedih untuk mereka, “Dan bagi mereka siksa yang amat
berat.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Dari kelima ayat tersebut yang menjadi pokok pembahasan
dalam makalah ini telah diteliti dalam beberapa kitab tafsir, maka hanya
didapatkan 1 ayat yang mempunyai asbab An-nuzul yaitu surah al-baqarah ayat
197
2.
Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah
yang artinya memelihara, yakni menjaga diri agar selamat dunia dan
akhirat. Kata Waqa juga bermakna melindungi sesuatu, yakni
melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.
3.
keuntungan-keuntungan atau bonus yang
diperolehi oleh orang yang bertaqwa. Kesemua itu tidak dapat dinilai dengan
mata uang dunia kerna terlalu tinggi nilainya. Ia didapatkan hasil daripada
membersihkan hati, mujahadah bersungguh-sungguh membuang sifat-sifat mazmumah
dan menyuburkan sifat mahmudah serta mengamalkan syariat yang lahir dan batin
4.
Allah telah menjanjikan kebahagiaan di akhirat bagi
orang-orang yang mengikuti aturan-aturan-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengancam
kesengsaraan di akhirat bagi orang-orang yang tidak sudi mengikuti aturan dan
larangan-Nya. Tentang golongan kafir,
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir al-Qur’an
al-Hakim (Tafsir al-Manaar), Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Ammah li
al-Kitab, 1990.
Shalih Al Utsman, Hukum-Hukum dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah
Al-Fatihah-Al-Baqarah, Jakarta: PustakaAzzami, 2005.
Zaini Dahlan Dkk, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, t.t.
Salim Bahreisy dan said
Bahreisy, Terjemah Singkatan Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu, 2002.
Syaikh Muhammad bin
Shalih, Ahkam min Qur’an al-karim, Jakarta:pustaka Azzam, 2005.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
tajwid dan terjemahNya, delengkapi Asbabun Nuzul Dan Hadis Shahih, Jakarta:Sygma,2007.
M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah, Volume 5, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah, Volume 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
[1]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 1,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal 87.
[2]Ibid…hal. 88
[3]Ibid…hal. 89
[4]Ibid
[5]Ibid…hal. 9.
[6]Ibid…hal. 93.
[7]Ibid
[8]Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir
Jalalaen Berikut Asbabun Nuzul, (Terjemahan: Bahrun Abu bakar), (Bandung:
IKAPI, 2006), hal. 104.
[9]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah…hal. 433.
[10]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume 5,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 182
[11]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah…hal. 105.
[12] Departemen Agama RI, Al-Qur’an tajwid dan terjemahNya,
delengkapi Asbabun Nuzul Dan Hadis Shahih, (Jakarta:Sygma,2007, Hal 163
[13] Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad
bin Jarir. 2009. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Hal 95
[14] Departemen Agama RI, Al-Qur’an tajwid dan terjemahNya,
delengkapi Asbabun Nuzul Dan Hadis Shahih,… , Hal 2
[15]Zaini Dahlan Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, t.t), hal. 51
[16] Sirazi, Nashir Makarim. 1992.
Tafsir Al-Amtsal. Beirut: Mu’assasah al-Bi’tsah. Hal 176
[18]Ibid. Hal 42
[19]Syaikh Muhammad bin Shalih, Ahkam min Qur’an al-karim,
Jakarta:pustaka Azzam, 2005, Hal 66
[20]Shalih Al Utsman, Hukum-Hukum dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah
Al-Fatihah-Al-Baqarah, (Jakarta: PustakaAzzami, 2005), hal. 72
[21]Ibnu Abd as-Salam, Tafsir Ibnu Abd
as-Salam, juz 1, hal. 11.
[22] Ghazali, Muhtar. 2008. Taqwa dan
Implikasinya. http//Muchtar.Taqwa.php 3.
(online). Diakses tanggal 10 juli 2014.
[23] Anonymous. 2008. Taqwa. http//wikepedia.com. (online). Diakses tanggal 5 Juli
2010.
[24] Al-Mahalily Din, Jalalud, Imam., dan
Imam, Jalalud, Din As Suyuti. Tafsir Jalalin Berikut Asbabub Nuzul.
Bandung: Sinar Baru., 1990.
[25] AshShiddieqy, Asbi. Tafsir al-qur’an.
Jakarta: Bukan Bintang, 1969
[26]Muhammad bin Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir
al-Qur’an al-Hakim (Tafsir al-Manaar), (Mesir: al-Hai’ah al-Mishriyyah
al-‘Ammah li al-Kitab, 1990), juz 1, hal. 119.
2 Responses to "Takwa dalam perspektif al-Qur’an "
Terimakasih, sangat bermanfaat sekali
Tulisannya dapat menjadi tambahan untuk materi teks khutbah jum'at tentang takwa. Semoga tulisannya menjadi amal sholeh buat penulis dan semua yang membantu menyebarkan.
Posting Komentar